Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan
dengan sosok yang halus dan lemah, Sementara laki-laki digambarkan sebagai
sosok yang gagah, berani dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan
perempuan sebagai makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa
bergantung pada kaum laki-laki, akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa
tampil menjadi pemimpin, karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki, Seiring
dengan berjalannya waktu, kesadaran terhadap kesamaan hak antara perempuan dan
laki-laki membuat banyak perempuan
terpanggil untuk tampil menjadi sosok pemimpin, dibuktikan dengan
berbondong-bondongnya perempuan untuk menduduki kursi pemerintahan, baik
ditingkat daerah, kabupaten, maupun provinsi, ibu Crhistiani Eugenia Paruntu SE
bupati Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Hj.Airin Rachmi Diany
SH,MH walikota Tangeran Selatan provinsi Banten adalah dua contoh dari sekian
banyak perempuan yang memegang peran penting dalam kursi pemerintahan kita, saat
ini perempuan tidak dipandang lagi sebagai sosok lemah yang selalu berada pada
garis belakang dan hanya pantas mengurusi dapur dan harus mahir memasak, justru
saat ini banyak laki-laki berlomba-lomba
untuk menjadikan memasak itu sebagai profesi, bisa di lihat chef-chef ditelvisi
dan pekerja diwarung-warung yang didominasi oleh laki-laki sehingga gugurlah
pernyataan bahwa perempuan hanya mahir di dapur sebab ternyata laki-laki pun
punya potensi yang sama dalam memasak, bahkan bisa jadi kemampuan laki-laki
justru lebih baik dari pada perempuan sendiri, selain memasak perempuan juga
selalu diidentikkan dengan kemampuan menjahitnya, menenun dan semacamnya, padahal
laki-laki pun memiliki potensi yang tidak bisa diragukan dalam hal menjahit,
buktinya banyak desainer laki-laki yang memproduksi pakaian ngetrand sampai kemancanegara,
jika berkunjung ketailor, kita akan banyak menemui penjahit laki-laki, ini
membuktikan bahwa potensi seperti itu tidak hanya dimiliki oleh perempuan,
selain itu profesi mendandani yang dulunya hanya milik perempuan sekarang ini
justru banyak ditekuni oleh laki-laki disalon-salon, apakah itu menandakan
bahwa laki-laki memang memiliki potensi yang lebih besar dari pada perempuan
karena mampu mengerjakan apa yang perempuan kerjakan? jelas pertanyaan ini bisa
dijawab dengan melihat kemampuan perempuan dalam profesinya menjadi kuli
bangunan dan pekerja jalan, apakah hal-hal seperti ini masih menjadikan kita
untuk ragu melihat potensi yang sama yang ada dalam diri laki-laki dan
perempuan? Memang benar bahwa ada hal-hal yang tidak mampu di lakukan oleh
perempuan namun mampu dilakukan oleh laki-laki, tapi kita tentu sepakat pula
bahwa ada hal-hal yang mampu dilakukan oleh perempuan namun tidak mampu
dilakukan oleh laki-laki, itulah sebabnya Tuhan menciptakan kita
berpasangan-pasangan untuk saling mengisi, jika dibawa dalam rana kepemimpinan
jelas laki-laki dan perempuan pun memiliki hak dan potensi yang sama, banyak
anggapan yang mengatakan bahwa perempuan
lebih condong menggunakan perasaannya dan laki-laki condong menggunakan
rasionya, mungkin inilah yang menjadi dasar merajalelanya korupsi yang banyak
terjadi di Indonesia, karena pemimpin lebih menggunakan akalnya, mengakal-akali
serta menghalalakan segala cara untuk memperkaya diri dan kelompok tanpa
menggunakan perasaanya, merasakan nasib rakyat yang kelaparan dan kedinginan
akibat kemiskinan, akibatnya muncullah Nasaruddin, Anas Urbaningrum, Andi
Mallarangeng, dan banyak lagi pemimpin laki-laki yang katanya mengandalkan
rasio tapi toh tetap korupsi.
Mernissi membuktikan secara empiris bahwa perempuan
memiliki kemampuan untuk memimpin. Para pemimpin ini dihimpun Mernissi dalam
bukunya The Forgotten Queens of Islam (Ratu-Ratu Islam yang
Terlupakan),hasil dari studi yang dilakukan Jirasinghe dan Lyons, (1996) juga
mendeskripsikan tentang kepribadian pemimpin perempuan sebagai sosok yang lebih
supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti,
berperasaan, berhati-hati dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi lebih baik
dari laki-laki, memotivasi dan membangun semangat kepada para bawahannya. Dalam al-qur’anpun diceritakan kesuksesan
seorang pemimpin perempuan bernama
Ratu Balqis , kesetiaan dan kerelaan rakyat mengabdikan diri menjadikan
kerajaan tersebut diabadikan dalam Alquran. Allah Swt. tentunya mempunyai
alasan memuat kisah tersebut sebagai pelajaran (‘ibrah) yang dapat diambil.
Namun pada sisi lain, terdapat sebuah Hadis populer yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari menyatakan bahwa, “telah bercerita kepada kami ustman bin Al-Haitsan
telah bercerita kepada kami ‘Auf dari Al- Hasan dari Abu Bakrah berkata, “
sesungguhnya Allah memberi manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat pada hari
(perang)jamal, tatkala nabi mendengar orang-orang Persia mengangkat anak
perempuan kisra sebagai pemimpin, maka beliau bersabda ,”tidaklah sekali-kali
satu kaum memperoleh kemakmuran, apabila menyerahkan urusan mereka kepada
perempuan”. Hadis ini dipegangi oleh kaum tradisionalis sebagai argumen untuk
melarang perempuan berkiprah di dunia politik dan publik. Secara tekstual hadis
ini memang mengisyaratkan pelarangan Rasulullah terhadap kepemimpinan
perempuan. Namun, pendekatan tekstual untuk memahami hadis ini bukan
merupakan pembacaan yang objektif, ditambah lagi Ayat Suci Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 34 Arrijalu kawwaamuna alannisaa ”Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita” ,Untuk memahami hadis diperlukan pemahaan historis
dan kontekstual. Hadis diatas tadi memang dikategorikan hadis shahih tetapi
mempunyai latarbelakang sejarah tersendiri (sabab wurud) sehingga tidak bisa
serta merta langsung digunakan sebagai dalil umum., Menurut Gus Dur, untuk
mengkaji dan memahami sebuah hadis, mutlak diperlukan informasi yang memadai
mengenai latar belakang kejadian yang melingkupi teks hadis tersebut. Baca
bukunya M. N. Ibad yang berjudul “Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur
& Gus Miek” Tentang Kepemimpinan Perempuan. Hal. 85,
Hadis itu sebenarnya disandarkan pada Abu bakrah
setelah terjadinya perang jamal, saat perang jamal Aisya kalah dan 13.000
pendukungnya meninggal, sebagai pemenang ,Ali mengambil alih kota Basrah, dan
bagi yang tidak bergabung dengan kelompok Ali, harus mencari alasan yang dapat
diterima jika ingin tetap tinggal di Basrah, sehingga Aisyah mencoba menggalang
kekuatan baru dengan menghubungi para sahabat yang ada di Basrah, salah satunya
adalah Abu Bakrah itu, banyak sahabat yang menolak Aisyah dengan alasan perang
antar umat islam hanya akan memecah belah umat dan menjadikan mereka saling
bermusuhan, namun alasan penolakan Abu Bakrah berbeda ia menyebutkan hadis nabi
tersebut karena saat itu ia berpihak pada Ali, jauh sebelum hadis ini muncul
yaitu pada saat Rasulullah SAW berdakwah keberbagai daerah, ia pernah berkirim
surat kepada pembesar negeri lain untuk memeluk islam, termasuk kepada raja
Kisra di Persia, setelah menerima surat Rasulullah Kisra merobek-robek surat
itu karena tidak menyetujui ajakan Rasulullah, tidak lama setelah itu Persia
kacau, terjadi berbagai pembunuhan didalam kerajaan akibat suksesi
kepemimpinan, raja Kisra dan anak laki-lakinya mati dibunuh, maka diangkatlah
Buwaran binti Syairawiah ibn Kisra sebagai ratu menggantikan ayahnya, anak ini
tidak memiliki kemampuan dalam memimpin , namun demi menjaga nasab keluarga ia
dipaksa menjadi ratu di negeri Persia yang luas itu, siapapun baik laki-laki
ataupun perempuan jika diserahi tugas yang bukan ahlinya niscaya akan mendapati
kehancuran, disamping itu di Persia tradisi kepemimpinan selalu dipegang oleh
laki-laki, dan perempuan sama sekali tidak diizinkan untuk mengurus kepentingan
umum, jadi bagaimana mungkin putri buwuran bisa sukses menjadi pemimpin bila
keadaan tradisi masyarkat seperti itu?
Berbeda
dengan Persia, di Indonesia fakta sejarah membuktikan bahwa dulu perempuan
Indonesia juga berkesempatan dan berpeluang memegang jabatan kekuasaan sebagai
kepala Negara, di Jawa Timur misalnya , kerajaan Majapahit pernah diperintah
oleh Ratu selama 22 tahun, yaitu ketika Raja Jayanegara meninggal pada tahun
1328, karena tidak dikaruniai seorang anak pun, maka raja mengangkat adik
perempuannya untuk menggantikan kedudukannya. Dialah yang dikenal dengan Ratu
Tribuana Tunggadewi Jaya Wisnu Wardani. Setelah memerintah 22 tahun, yaitu pada
tahun 1350, ia mengundurkan diri dan digantikan oleh puteranya Hayam Wuruk. Pada
masa perkembangan Islam, di Jawa juga terkenal seorang pemimpin perempuan yang
berkuasa di wilayah Jepara, tepatnya di Kalinyamat, daerah kekuasaan kesultanan
Demak. Ialah Ratu Kalinyamat, Ratu Kalinyamat adalah salah satu puteri Sultan
Trenggono, Sultan Demak, yang memerintah pada 1504-1546 M. pada masa
pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara diceritakan sebagai negeri yang sangat
aman, makmur, adil, dan rakyatnya hidup sejahtera. Di Sumatera, tepatnya di
Aceh, perempuan cukup banyak berperan di ruang publik atau yang dianggap
sebagai dunianya kaum laki-laki. Salah satunya Cut Nyak Dien yang turut andil
dalam peperangan melawan Belanda, kemudian ada juga Pocut Baren, Cut Nyak
Meutia, juga Pocut Baren yang selalu mendampingi Cut Nyak Dien. Kemudian
kerajaan Aceh memiliki armada laut sekitar 100 kapal perang dan salah satu
komandannya adalah seorang perempuan dan berpangkat Admiral, beliau ialah
Laksamana Keumala Hayati, beliau mencatat prestasi yang gemilang, pada tahun
1599 ia berhasil mengalahkan dua buah kapal Belanda yang dipimpin Cornelis dan
Fredirick de Houtman. Di Sulawesi Selatan, kerajaan Islam Abad XIX ini, juga
pernah dipimpin oleh seorang penguasa perempuan, yaitu Siti Aisyah We Tenriolle
yang berkuasa di Kerajaan Ternate pada tahun 1856, bahkan menguasai kerajaan
Bugis.
Dari fakta-fakta sejarah tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya perempuan dan laki-laki adalah sama. Yaitu
sama-sama memiliki hak dan potensi dalam memimpin. Dengan kecerdasan ilmu
pengetahuan yang diperoleh perempuan, dia tidak hanya mampu berperan sebagai
ibu dari anak-anak atau istri yang hanya berkutat di ranah domestik. Akan
tetapi, mereka juga mempunyai potensi untuk memimpin yang bisa menandingi
bahkan mengalahkan kepemimpinan laki-laki.