TAREKAT
a. Pengertian Tarekat
Kata Tarekat di ambil dari bahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al- Qulub-nya adalah:
Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”
Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat
wajib dan tarekat sunat.
Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
b. Sejarah Tarekat
Tarekat sufi atau kelompok-kelompok sufi berkembang secara bertahap dan tidak secara langsung.
Di abad-abad awal Islam, kaum sufi
tidak terorganisasi dalam lingkungan-lingkungan khusus atau tarekat. Namun,
dalam perjalanan waktu, ajaran dan teladan pribadi kaum sufi yang menjalani
kehidupan menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan agama mulai banyak
menarik kelompok manusia. Di antara abad kesembilan dan kesebelas, mulai muncul
berbagai tarekat sufi, yang meliputi para ahli dari segala lapisan masyarakat.
Ketika tarekat sufi, atau persaudaraan sufi ini muncul, pusat kegiatan sufi
bukan lagi di rumah-rumah pribadi, sekolah atau tempat kerja sang pemimpin
spiritual. Selain itu, struktur yang lebih bersifat kelembagaan pun diberikan
pada pertemuan-pertemuan mereka, dan tarekat-tarekat sufi mulai menggunakan
pusat-pusat yang sudah ada khusus untuk pertemuan-pertemuan ini. Pusat
pertemuan kaum sufi biasanya disebut Khaneqah atau Zawiyya. Orang Turki
menamakan tempat perlindungan orang sufi sebagai Tekke. Di Afrika Utara tempat
semacam itu disebut Ribat, nama yang juga digunakan untuk menggambarkan kubu
atau benteng tentara sufi yang membela jalan Islam dan berjuang melawan
orang-orang yang hendak menghancurkannya. Di anak-benua India, pusat sufi
disebut Jama’at Khana atau Khaneqah.
Sama halnya dengan berbagai mazhab
hukum Islam, yang muncul pada abad-abad awal setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW, dimaksudkan untuk menegaskan suatu jalan yang jelas untuk penerapan hukum
tersebut, demikian pula tarekat-tarekat sufi yang muncul dalam periode yang
sama bermaksud menegaskan jalan yang sederhana bagi praktik penyucian batin.
Sebagaimana banyak mazhab hukum Islam (fiqh) tidak lagi dipropagandakan sehingga
berakhir, demikian pula banyak tarekat besar menghadapi situasi yang serupa. Di
abad kesembilan terdapat lebih dari tiga puluh mazhab fiqh Islam, tetapi
kemudian jumlah tersebut berkurang hingga lima atau enam saja. Di abad ke-12
Anda tak dapat menghitung jumlah tarekat sufi, antara lain karena banyaknya,
dan karena tarekat-tarekat itu belum ditegaskan sebagai tarekat. Sebagian besar
syekh dan guru spiritual dalam tarekat sufi dan mazhab hukum tidak mengharapkan
ajaran mereka akan diberikan penafsiran yang terbatas dan sering kaku pada masa
setelah kematian mereka, atau bahwa tarekat sufi dan mazhab hukum dinamai
dengan nama mereka. Namun, terpeliharanya tarekat-tarekat sufi sebagian sering
merupakan akibat dari pengasingan diri (uzlah) secara fisik dan arah yang
diambil oleh kecenderungan Islam
Suatu kecenderungan yang nampak pada
tarekat-tarekat sufi ialah bahwa banyak diantaranya telah saling bercampur,
sering saling memperkuat dan kadang saling melemahkan. Kebanyakan tarekat sufi
memelihara catatan tentang silsilahnya, yakni rantai penyampaian pengetahuan
dari syekh ke syekh, yang sering tertelusuri sampai kepada salah satu Imam
Syi’ah dan karenanya kembali melalui Imam ‘Ali ke Nabi Muhammad SAW, sebagai
bukti keotentikan dan wewenangnya. Satu-satunya kekecualian adalah tarekat
Naqsyabandiyah yang silsilah penyampaiannya melalui Abu Bakar, khalifah pertama
di Madinah, ke Nabi Muhammad SAW.
c. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Tarekat
merupakan bagian dari tasawuf. Jika kita membahas masalah tasawuf, akan kita
temui bagian khusus yang mengulas seputar tarekat beserta rentetannya.
keduanya
memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan
melakukan ibadah ditambah dengan tata cara zikir, dan bacaan wirid
tertentu.
Tasawuf
dicapai secara perorangan, dengan pemaknaan diri serta kesadaran sendiri tanpa
campur tangan orang lain. Sedangkan tarekat dilakukan dengan usaha bersama di
bawah bimbingan Syaikh untuk mencapai tujuan.
materi
yang diajarkan seorang Syaikh kepada pengikutnya hampir sama dengan
materi yang diajarkan oleh seorang sufi, bedanya dalam tarekat untuk
sampai pada pengalaman rohani, seseorang dibimbing oleh
seorang Syaikh (pemimpin). Sedangkan dalam tasawuf, untuk sampai pada
pengalaman rohani, hanya mengandalkan diri sendiri tanpa bantuan orang
lain.
d. Tokoh Tarekat
1. Tarekat Chisytiyah
Khwaja (‘Guru’) Abu Ishaq Chisyti
adalah orang Suriah, lahir di awal abad ke-10. Ia dianggap keturunan Nabi
Muhammad SAW dan dinyatakan sebagai ‘keturunan spritual’ ajaran-ajaran batiniah
Keluarga (Bani) Hasyim. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis
para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah (‘Orang-orang
Bertujuan’).
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di
Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka.
Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht.
Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan
genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau
legenda. Ini adalah sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di
Eropa, di mana Chist Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen
serupa—semacam pelawak atau komedi keliling.
Sebagaimana tarekat Sufi lainnya,
metodologi khusus kaum Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan
sederhana terhadap musik; pembangkitan emosional yang dihasilkan musik
dikacaukan dengan ‘pengalaman spiritual’.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di
India. Selama 900 tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.
2. Tarekat Qadariyah
‘Jalan’ ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia pada 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
2. Tarekat Qadariyah
‘Jalan’ ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia pada 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
Hadrat Syekh Abdul Qadir, khususnya
dalam pengaruhnya terhadap keadaan-keadaan spiritual, disebut ‘Ilmu Pengetahuan
Keadaan’. Pekerjaannya telah digambarkan dalam istilah yang berlebih-lebihan
oleh para pengikutnya.
Semangat untuk mengerjakan yang
berlebihan terhadap teknik-teknik menggembirakan hampir pasti menjadi sebab
keadaan yang memburuk dari tarekat Qadiriyah. Hal ini mengikuti suatu pola umum
dalam diri para pengikut, apabila hasil dari suatu kondisi pikiran yang berubah
menjadi suatu tujuan dan bukan suatu cara atau alat yang diawasi oleh seorang
ahli.
3. Tarekat Suhrawardiyah
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi—mengikuti disiplin sufi kuno Junaid Al-Baghdadi—dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad ke-11 Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
3. Tarekat Suhrawardiyah
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi—mengikuti disiplin sufi kuno Junaid Al-Baghdadi—dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad ke-11 Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya
dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui metode dan tokoh-tokoh tarekat,
kendati pengikut Suhrawardi ada di antara pecahan terbesar kelompok-kelompok
sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari
kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk ‘Persepsi terhadap
Realitas’.
Bahan-bahan instruksi (pelajaran)
tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan legenda atau fiksi.
Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi esensial untuk
mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus dijalani murid. Tanpa
itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan sederhana mengembangkan
keadaan pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya tidak cakap dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Tarekat Naqsyabandiyah
Sekolah darwis yang disebut Khajagan (‘Para Guru’) muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh ‘mata rantai penyebaran’ mistik.
4. Tarekat Naqsyabandiyah
Sekolah darwis yang disebut Khajagan (‘Para Guru’) muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh ‘mata rantai penyebaran’ mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat
kira-kira 1389 M) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini.
Bahauddin menghabiskan waktu tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara
binatang dan tujuh tahun dalam pembangunan jalan.
Ia belajar di bawah bimbingan Baba
As-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan
praktek sufisme. Para syekh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk
menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah
mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah
melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak
merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi
anggota-anggotanya. Penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah
memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar