A.
Makna Tarekat
Asal kata “tarekat”
dalam bahasa arab adalah “ṭariqah” yang berarti
jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.[1]
Tarekat adalah jalan, yang ditempuh para sufi, dan dapat digambarkan sebagai
jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan
anak jalan disebut ṭhariq. Kata turunan ini
menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang
dari jalan utama yang terdiri dari hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap
umat muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat
berpangkal. Pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat yang
mengikat itu tidak di taati terlebih dahulu dengan seksama.[2]
Menurut Harun Nasution,
tarekat berasal dari kata ṭariqah, yang
artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada
sedekat mungkin dengan Allah. Ṭariqah kemudian
mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarikat mempunyai syaikh, upacara
ritual, dan bentuk dzikir sendiri.[3]
Sejalan dengan ini, Martin Van Bruinessen menyatakan istilah “tarekat” paling
tidak dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda. Maknanya yang asli
merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan ritual. Akan tetapi,
istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu
pada organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut “jalan” tertentu. Di
Timur Tengah, istilah “ta’ifah” terkadang lebih disukai untuk organisasi,
sehingga lebih mudah untuk membedakan antara yang satu dengan yang lain. Akan
tetapi, di Indonesia kata “tarekat” mengacu pada keduanya.[4]
Menurut L. Massignon, sebagaimana dikutp oleh Aboe Bakar Atjeh, ṭariqah
dikalangan sufi mempunyai dua pengertian. Pertama, cara mendidik akhlak dan
jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Arti seperti ini dipergunakan
oleh kaum sufi pada abad ke-9 dan ke-10 M. Kedua, ṭariqah
berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan
jasmani dalam segolongan orang islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu.[5]
B.
Sejarah Perkembangan
Tarekat
Peralihan
tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak
terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas
pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat mempelajarinya. Untuk
itu,mereka menemui orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas
dalam pengalaman tasawuf yang dapat menuntun mereka. Sebab, belajar dari
seorang guru dengan metode mengajar yang disusun berdasarkan pengalaman dalam
suatu ilmu yang bersifat praktikal adalah suatu keharusan bagi mereka. Sistem
pengajaran itulah yang kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang
membedakan nya dari tarekat lain.[6]
Ditinjau
dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai
suatu lembaga, sulit diketahui pasti. Namun, Harun Nasution menyatakan bahwa
setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf mulai berkembang di dunia melalui tarekat. Tarekat
adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk
melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Tempat berkumpul untuk melestarikan ajaran tasawuf ,
entah itu dari walinya atau pun syaikh disebut ribat.[7]
Dr.Kamil Musthafa Asy-Syibi menyatakan
bahwa tokoh pertama yang memperkenalakan sistm tarekat adalah Syekh Abdul Qadir
Al-jailani di Baghdad, sayyid Ahmad Ar-rifai’I di Mesir dengan tarekat
Rifa’iyyah dan jalal ad-Din Ar-Rumi di Parsi.[8]
Sejarah
Islam menunjukan bahwa tarekat berkembang pesat
pada abad ke-12 (abad ke 6 H). Tarekat-tarekat tampak memegang peranan
yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat Islam, setelah
mereka dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara
Tartar. Sejak penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh
tentara-tentara tartar itu, Islam yang diperkirakan akan lenyap, tatap mampu
bertahan bahkan dapat mengambil hati mereka dan memasuki daerah-daerah baru. Sejak
kehancuran kota Baghdad, para anggota tarekatlah yang berperan dalam penyebaran
Islam. Sampai akhirnya pengaruh tarekat mulai mengalami kemunduran akibat
adanya pengaruh-pengaruh tarekat yang buruk.[9]
Pada
awal kemunculan nya, tarekat berkembang dari dua daerah yaitu khurasan (Iran)
dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa diantaranya;
1. Tarekat
Yasaviyah,didirikan oleh Ahmad Al-Yasavi yang disusul oleh tarekat
Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani. Kedua tarekat
ini menganut paham tasawuf Abu yazid Al-Bustami. Tarekat ini berkembang ke
berbagai daerah, antara lain Turki. Disana, tarekat ini berganti nama menjadi
tarekat Bekhtasiya yang diidentikan
kepada pendirinya yaitu Muhammad ‘ata’. Tarekat ini sangat popular dan pernah
memegang peranan penting di Turki yang dikenal dengan Korp jenissari.
2. Tarekat
Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi
Al-Bukhari di Turkistan. Tarekat ini
berkembang hingga ke Anatolia(Turki) kemudian meluas ke India dan Indonesia.
3. Tarekat
Qodiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Al-jailani. Mempunyai penganut
di Irak, Turki, Turkestan, Sudan, Cina, India dan Indonesia.
4. Tarekat
Khalwatiyah, didirikan oleh Umar Al-Khalwati. Tarekat ini merupakan salah satu
tarekat yang terkenal sehingga berkembang hingga ke berbagai Negara seperti
Turki, Syiria, Mesir, Hijaz dan Yaman.
5. Tarekat
ikan Syattariyah, didirikan oleh Syekh Abdulllah Asy-Syattari. Mempunyai
pengikut dari India dan Indonesia.[10]
Perkembangan
tarekat dibagi oleh Harun Nasution menjadi tiga yaitu:
1. Tahap
Khanaqah
Terjadi pada abad ke-10 M, para
syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup secara bersama-sama di bawah
peraturan yang tidak terlalu ketat. Syekh menjadi murshid yang
dipatuhi. Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual
dan kolektif. Ini terjadi sekitar abad ke 10 M
2. Tahap
tariqah
Terjadi pada abad ke-13 M. Di tahap
ini ajaran-ajaran, peraturan, dan metode-metode tasawuf di tarekat telah
dimapankan. Juga muncul pusat pengajaran tasawuf dengan silsilahnya
masing-masing
3. Tahap Taifah
Terjadi sekitar abad ke-15 M. Di
sini terjadi transmisi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Muncul juga
tarekat dengan cabang-cabang di tempat lain. Di tahap ini tarekat memiliki
makna sebagai organisasi sufi yang melestarikanya
[1] Luis Makluf, Al-Munjid fi Al_Lughat wa Al-A’lam,(Beirut:Dar
Al-masyriq,1986),hlm.465.
[2] Annemarie Schimel,Dimensi Mistik dalam Islam,terj.Supardi
Djoko Damono dkk.,dari Mystical Dimension of Isalam (1975),(Jakarta:Pustaka
Firdaus,1986),hlm.101.
[3] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya,(Jakarta:Press,1986),jilid 2,hlm.89.
[4] Martin Van bruinessen,Tarekat Naqsabandiyah di
Indonesia,(Bandung:Mizan,1994),hlm.61.
[5] Aboe Bakar Atjeh,Pengantar Sejarah Sufi dan
Tasawuf,(Solo:Ramdhani,1984),hlm.63.
[6] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV.
Pustaka Setia,2009),hlm.203-204.
[7] Solihin dan Rosihon Anwar,Ilmu Tasawuf,(Bandung:CV.PustakaSetia,2011),hlm.
207.
[8] Solihin dan Rosihon Anwar,Ilmu Tasawuf,(Bandung:CV.PustakaSetia,2011),
hlm. 207.
[9] Rosihon Anwar,Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV.
Pustaka Setia,2009),hlm. 204-205.
[10] Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin,Ilmu Tasawuf,(Bandung:CV
Pustaka Setia,2004),hlm.168.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar