.
II. PENGERTIAN TASAWUF FALSAFI
Tasawuf falsafi adalah
tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional
pengasasnya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi gilosofis dalam
pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Menurut at-taftazani, tasawuf falsafi
mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad keenam hijriyah,
meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak itu, tasawuf jenis
ini tersu hidup dan berkembang, terutamadi kalangan para sufi yang juga
filosof, sampai menjelang akhir-akhir ini.([1])
Adanya pemaduan antar tasawuf dan
filsafat dalam ajaran tasawuf ini dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran
tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat di luar islam,
seperti yunani, persia, india, dan agama nasrani. Akan tetapi, orisianiltasnya
sebagai tasawuf tidak hilang. Karena
para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda
dan beragam, seiring dengan ekspansi islam, yang telah meluas pada waktu itu
berusaha menjaga kemandirian ajaran
aliran mereka, terutama bila dikaitkan dengan kedudukan mereka sebagai umat
islam. Ciri umum tasawuf ialah kesamar-samaran ajarannya akibat banyak ungkapa
dan peristilahan ,khususnya yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami
ajaran tasawuf.
Tasawuf falsafi tidak dapat di pandang
sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa dan
sebaliknya, tidak pula bisa di
kategorikan pada tasawuf, dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya
sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan berkecenderungan mendalam pada
panteisme.
SEJARAH TASAWUF FALSAFI
Pada
mulanya tasawuf merupakan perkrmbangan dari pemahaman tentang makna institusi
Islam.Sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan pandangan orang terhadap
islam secara lebih analitis sudah muncul. Ajaran Islam di pandang dari dua
aspek yaitu aspek lahiriyah dan batiniyah([2]).
Corak dari pada tasawwuf falsafi
tentunya sangat berbeda dengan tasawwuf yang pernah diamalkan oleh masa sahabat
dan tabi’in, karena tasawwuf ini muncul karena pengaruh filasafat
Neo-Platonisme. Berkembangnya tasaawuf sebagai jalan dan latihan untuk
merealisir kesucia batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga
menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan
filsafat. Dari kelompok inilah (teologi dan filsafat) tampil sejumlah kelompok
sufi yang filosofis atau filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang disebut
dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran
filsafat. ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis
tasawuf adalah Paham emanasi neo-Plotinus.
Adanya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para filsuf muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan menggunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai Sifat madzohir dari sifat tuhan.
Namun istilah tasawuf falsafi bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh sufi falfasi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya. orang kedua yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawwuf falsafi yang berkembang di Persia ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara Mansusia dengan sifat-sifat tuhan.
Adanya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para filsuf muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan menggunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai Sifat madzohir dari sifat tuhan.
Namun istilah tasawuf falsafi bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh sufi falfasi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya. orang kedua yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawwuf falsafi yang berkembang di Persia ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara Mansusia dengan sifat-sifat tuhan.
AJARAN POKOK TASAWUF FALSAFI
Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Ajarannya Tasawuf Falsafi lebih mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam dan Mengedepankan akal mereka serta ajarannya memadukan antara visi mistis dan rasional.
Ajaran
pokok tasawuf falsafi
a. Fana' dan Baqa': lenyapnya kesadaran dan kekal
b. Ittihad: persatuan antara manusia dengan Tuhan
c. Hulul: penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan
d. Wahdah al-Wujud: alam dan Allah adalah sesuatu yang satu
e. Isyraq: pancaran cahaya atau iluminasi([3]).
a. Fana' dan Baqa': lenyapnya kesadaran dan kekal
b. Ittihad: persatuan antara manusia dengan Tuhan
c. Hulul: penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan
d. Wahdah al-Wujud: alam dan Allah adalah sesuatu yang satu
e. Isyraq: pancaran cahaya atau iluminasi([3]).
V. TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN AJARANNYA
1. Ibn
‘Arabi (560-638)
a.
Biografi Singkat Ibn’arabi
Nama lengkap ibn ‘arabi adalah muhammad
bin ‘ali bin ahmad bin ‘abdullah ath-tha’i al-haitami. Ia lahir di mercia,
andalusia tenggara, spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat, hartawan
dan ilmuan. Tahun 620 H, ia tinggal di Hijaz dan meninggal di sana pada tahun
638 H. Namaya biasa di sebut tanpa Al untuk membedakan dengan abu bakar tanpa
“al” untuk membedakan dengan abu bakar ibn al-‘arabi seorang qadhi dari sevilla
yang wafat tahun 543 H. Di sevilla (spanyol), ia mempelajari al-Qur’an, hadis
serta fiqih pada sejumlah murid andalusia terkenal, yakni ibn hazm az-zhahiri([4]).
b.
Ajarn-ajarn tasawuf ibn’arabi
Wahdat al-wujud
Ajaran sentral ibn ‘ibn arabi adalah
tentang wahdat al-wujud (keastuan wujud). Meskipun demkian, istilah wahdat
al-wujud yang di pakai untuk menyebut ajaran sentralnya itu, tidaklah berasal
dari dia, tetapi berasal dari ibnu taimiyah, tokoh yang hwahdat al-wujud untuk
menyebut ajaran sentral ibn ‘arabi, mereka berbeda pendapat dalam
memformulasikan pengertian wahdar al-wujud.
Menurut ibnu taimiyah wadah al-wujud
adalah penyamaan tuhan dengan alam menurut penjelasannya, orang yang mempunya
paham wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan
wajib al-wujud yang di miliki oleh khliq juga mukmin al-wujud yabg di miliki
oleh makhluk, selain itu, orang-orang yang mempunyai paham wahdat al-wujud itu
juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan, tidak ada perbedaan([5]).
Dari pengertian tersebut, ibn taimiyah
telah menilai ajarn sentral ibn ‘arabi dari aspek tasybih-nya (penyerupaan
khaliq dengan makhluk) saja, tetapi belum menilainya dari asek tanzihnya
(penyusia khaliq). Sebag, kedua aspek tiu terdapat dalam ajaran ibn ‘arabi akan
tetapi , perlu pula di dasari bahwa kata-kata ibn ‘arabi. Banyak membawa pada
pengertian seperti yang pahami oleh ibn taimiyah meskipun di tempat lain
terdapat kata-kata inb ‘arabi yang membedakan antara khaliw dengan makhluk dan
antara tuhan dengan alam.
Demi syu’ur (perasaa) ku, siapakah yang
mukallaf? Jika engkau katakan hamba, padahal dia (pada hakikatnya) tuhan juga.
Atau engkau katakan tuhan, lalu siapa yang di bebani talif?” Kalau di antara
khaliq dan makhluk beratu dalam wujidnya, megapa terlihat dua? Ibn ‘arabi
menjawab, sebab adalah manusia tidak memandangnya darisisi yang satu, tetapi
memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah khaliq dari sisi yang
satu dan makhluk dari sisi lain. Jika mereka merasa memandang keduanya dari
sisi yang satu, mereka pasti akan dapat mengetahui hakikat keduannya, yakni dzatnya
satu yang tidak terbiang dan berpisah([6]).
c.
Haqiqah muhamaddiyah
Dari konsep wahdat ibn ‘arabi muncul
lagi dua konsep sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep wahdat
al-wujud, yaitu konsep al-hakikat al muhamaddiyah dan konsep wahdat al-dyan
(kesamaan agama) Menurut ibn ‘arabi, tuhan adalah pencipat alam semsesta adapun
proses penciptaannya adalah sebagai berikut:
1) Tajalli
dzat tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah
2) Tanzul
kepada dzat tuhan ma’ani ke alam (ta’ayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu
alam arwah yang mujarrad
3) Tanazul
kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir.
4) Tanazul
tuhan dalam bentk ide materi yang bukan materi yaitu alam mistal atau khayal.
5) Alam
materi, yaitu alam indrawi.
d.
Wahdatul adyann
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya
wahdat al-ady (kesamaan agama), bin ‘arabi memandang bahwa sumber agama adalah
satu, yaitu hakikat muhamaddiyah.k onsekuensinya, semua agama adalah tunggal
dan semua itu kepunyaan Allah. Seseorang yang benar-benar arif adalah menyembah
Allah dalam setiap bidang kehidupanya, dengan kata lain dapat di katakan bahwa
ibadah yang benar hendaknya abid memandang semua apa saja sebagai segbagian
dari ruang lingkup realitas dzat tuhan yang tunggal sebagaimana ‘irnya,
dikemukakannya dalam sya’irnya “kini Qalbuku bisa menampung semua Ilalang
perburan kijang atau biara penderan Kuil pemuja berhala atau ka’bah Lau taurah
dan mushalaf al-qur’an Aku hanya memeluk agama cinta ke mana pun Kendaraan-kendaraan
menghadap. Karena cinta adalah Agamaku dan imanku.
Menurut para penulis, pernyataa ibn
‘arabi ini terlalu berlebihan dan tidak punya landasan yang kuat sebab agama
berbeda-beda satu sama lain.
2. Al-Jili
(1365-1417m)
a.
Biografi singkat al-jili
Nama lengkapnya adalah ‘abdul karim bin
ibrahim al-jilil. Ia lahir pada tahun 1365 H. Di jilan (gilan), sebuah propinsi
di sebelah selatan kaspia dn wafat pada tahun 1417 M. Nama al-jili di ambil
dari tempat kelahirannya di glan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari
baghad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi
sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india tahun
1387 M. Kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir al-jailani,
seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadariyah yang sangat terkenal. Di samping
itu, berguru pula pada syekh syafaruddin sima’il bin ibrahim AL-jabarti di
zabid (yaman) pada tahun 1393-14-3 M.
b. Ajaran
tasawuf al-jili
Ajaran tasawuf al-jili yang terpenting
adalah paham insan kamil (manusia sempurna) menurut al-jili insan kamil adalah
nuskhah atau copy tuhan, seperti di sebutkan dalam hadis Artinya: Allah
menciptakan adam dalam bentuk yang maharman “ Hadis lain: Artinya “Allah
menciptakan adam dalam bentuk dirinya”
c.
Maqamat (al-martabah)
Sebagai seorang sufi, al-jili dengan
membawa filsafat inasn kamil merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui
seorang sufi, yang menganut istilahnya ia disebut al-martabah (jenjang atau
tingkat) tingkat itu adalah
1) Islam
2) Iman
3) Shalah
4) Ihsan
5) Syahdah
6)
Shiddiqiyah
7) Qurbah
3. Ibnu
Sabi’in
a.
Biografi singkat ibn sab’in
Nama lengkapnya adalah ibn sabi’in
adalah ‘abdul haqq ibn ibrahim muhammad ibn nashr, seorang sufi yang jufa
filosof dari andalusia. Dia terkenal di eropa karena jawaban-jawabannya ata
pernyataan federik II, penguasa sicilia. Di dipanggil ibn sabi’in dan digelari
Quthbuddin. Terkadang, ida dikenal pula dengan abu muhammad dan mempunyai
asal-usul arab, dan dilahirkan tahun 614 H (1217/1218M) di kawasan murcia. Dia
mempelajari bahasa arab dan sastra pada kelompok gurunya. Ia juga mempelajari
ilmu-ilmu agama dari mazhab maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Dia
mengemukakan bahwa di antara guru-gurunya adalah ibn dihaq, yang di kenal
dengan ilmu al-mir’ah (meniggal tahun 611 H) yang keduanya ahli tentang huruf
dan nama. Menurut salah seorang murid ibn sabi’in, yang mansyarah kitab risalah
al-‘abd hubungan antara ibn sabi’in dan gurunya tersebut lebih banyak terjalin
lewat kitab dari pada langsung
b. Ajaran
tasawuf ibn sabi’in
Kesatuan mutlak
Ibn sabiin adalah seorang pengasas sebuah paham
dalam kalangan tasawuf filosofis, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak.
Gagasan esensial pahamnya sederhanas saja, yaitu wujud adalah suatu alias wujud
Allah semata. Wujud-wujud lainnya hanyalah wujud yang satu itu sendiri.
Jelasnya, wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari
wujud yang satu semata. Dengan demikian, wujud dalam kenyataan hanya satu
persoalan yang tetap.
VI. KESIMPULAN
Tasauf falsafi adlalah tasauf yang
ajarannya-ajarannya memadukan antara visi dan mistis dan visi rasional
pengasasnya. Berbeda dengan tasauwufakhlaqi, tasauf falsafi menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafitersebut
berasal dari bermcam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para
tokohnya.
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep
ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat)
hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja
(ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud
(kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya
dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
[1]. Abu Al-wafa’ Al-ghanimi
At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman,
Terj. Ahmad far’i ustmani, Pustaka, Bandung, 1985, hlm, 187.
[2]. Anwar, Rosihon. Ilmu tasawuf. Bandung, CV Pustaka Setia.
2006
[3]
. Drs. Asmaran As., M.A., Pengantar Studi Tasawuf, Rajawali Pers, 1996,
[4] . Abu Al-wafa’ Al-ghanimi
At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad far’i ustmani, Pustaka,
Bandung, 1985, hlm, 193
[5].
Muhammad Mahdi Al-Istanbuli, Ibn Taimiyah: Batha Al-Ishlah ad-Diniy, Dar
Al-Ma’rifah, Damaskus, 1397 H/1977, hlm.
[6]. Muhammad musthafa himli,
al-hayat ar-ruhiyyah fi al-islm, al-ha’i al-misriy al’-ammah al-kitab, mesir,
1984, hlm. 182
Tidak ada komentar:
Posting Komentar