A.
Pengertian
Asuransi Konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan
padanan kata “pertanggungan”[1].
Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering
(pertanggungan).
Mengenai definisi asuransi secara baku ada beberapa
pendapat yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang ditulis dibawah ini:
Menurut Abbas
Salim Asuransi adalah kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang
sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Menurut Robert
I. Mehr, asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko dengan
menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara
kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian
dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam
gabungan tersebut.
Menurut paham Ekonomi, asuransi
merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana
besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat
bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi
bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh
peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious
event).
Jadi asuransi
adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan dirinya kepada
seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian kehilangan keuntungan suatu kerusakan yang
mungkin terjadi karena suatu peristiwa yang tidak bisa ditentukan.
B. Sejarah Asuransi
Asuransi berasal
dari masyarakat babilonia pada tahun 4000-3000 sebelum masehi dan dikenal
dengan perjanjian hamurabi. Pada tahun 1668 masehi di coffee house london
berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Asuransi membawa
suatu misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya suatu premi yang dibayarkan
perusahaan asuransi dengan jaminan transfer of risk atau pengalian resiko dari
tertanggung kepada penanggung.
Asuransi di
Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda terkait dengan keberhasilan
perusahaan dari negeri tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan di
Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya,
tentu diadakannya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat
fakum selama penjajahan Jepang.
Indonesia
mengeluarkan pengaturan tentang asuransi pada tahun 1976 dengan keluarnya surat
keputusan menteri keuangan.
Kemudian surat
keputusan menteri keuangan No. 1136/KMK/IV/1976 tentang penetapan besarnya
cadangan premi dan biaya oleh perusahaan asuransi di Indonesia.
Selanjutnya
keluar keputusan menteri keuangan No. 1249/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
1988 tentang ketentuan dan pelaksanaan di bidang asuransi kerugian dan No.
1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang asuransi jiwa.[2]
Peraturan
menteri keuangan ini kemudian tidak berlaku lagi karena keluar undang-undang
baru tentang usaha peransuransian di Indonesia dan peraturan pemerintah di
dalam UU No. 2 tahun 1992 dan muncul undang-undang tentang penyelenggaraan
usaha peransuransian di dalam undang-undang No. 73 tahun 1992 di samping itu
keduan perundang-undangan dan peraturan tersebut dasar acuan pembinaan dan
pengawasan usaha asuransi di Indonesia juga didasarkan kepada keputusan menteri
keuangan nomer :
1.
223/KMK.017
tanggal 26 Februari 1993 tentang izin perusahaan asuransi dan reasuransi
2.
224/KMK.017
tanggal 26 Februari 1993 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan
reasuransi
3.
225/KMK.017
tanggal 26 Februari 1993 tentang penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi
4.
226/KMK.017
tanggal 26 Februari 1993 tentang perizinan dan penyelenggaraan kegiatan usaha
penunjang usaha asuransi.
Asuransi
merupakan suatu akad yang mengharuskan perusahaan asuransi untuk memberikan
kliennya sejumlah harta sebagai konsekuensi daripada akad itu baik berupa ganti
rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau
terbukti sebuah bahaa sebagai tertera dalam akad, sebagai imbalan uang yang
dibayarakan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien tersebut
kepada perusahaan asuransi disaat hidupnya
Dalam
praktek asuransi, dikenal beberapa istilah, antara lain :
1. Tertanggung
yaitu individu atau badan hukum yang memiliki berkepentingan atas harta benda
2. Penanggung
yaitu pihak perusahaan asuransi yang menerima premi asuransi dari setiap
tertanggung dan menanggung segala resiko atas berlebihan atau musibah yang
menimpa harta benda yang di asuransikan
Berkenanan dengan hal
tersebut asuransi konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Asuransi
konvensional memiliki akad atau perjanjian yang wajib dilaksanakan bagi kedua
belah pihak. Keduannya berkewajiban atas kewajiban tertanggung yaitu membayar
premi-premi asuransi dan memiliki kewajiban penanggung yaitu membayar uang
asuransi apabila terjadi peristiwa yang di asuransikan.
b. Akad
asuransi konvesnional bersifat mu’awadhah yaitu akad yang di dalamnya terdapat
dua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah di
berikannya.
c. Akad
asuransi konvensional juga akad gharar karena masing-masing pihak dari
penanngung maupn yang tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak
mengetahui jelas jumlah yang ia berikan dan jumlah yang diambilnya.
d. Akad
asuransi ini adalah akad penundukan yaitu pihak yang kuat yaitu pihak
e. Akad dari
perusahaan asuransi karena yang menentukan syarat-syarat sepihak yang tidak
dimiliki tertanggung.
Sedangkan hukum asuransi konvensional berdasarkan
hukum dengan ketentuan berikut :
1.
Pasal 1774 KUHD
yang bunyinya: “suatu persetujuan untung-untungan (kans-overeenkomst) adalah
suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.
2.
Persetujuan
asuransi diatur dalam:
·
Buku I, Bab IX :
asuransi secara umum.
·
Buku II, Bab X :
asuransi kebakaran, asuransi pertanian dan asuransi jiwa.
·
Buku II, Bab IX
: asuransi laut dan asuransi bahaya perbudakan.
·
Buku II, Bab X :
asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan daratan.
3.
Diluar KUHD
peraturan tentang asuransi juga diatur dalam ketenguan-ketentuan sebagai
berikut :
a.
UU No 33/1964
tentang dana kecelakaan penumpang.
b.
UU No 34/1964
tentang dana kecelakaan lalulintas jalan.
c.
UU No 10/1963
tentang tabungan dan asuransi pegawai negeri (taspen).
d.
UU No 4/1965
tentang pendirian PN.Asuransi benda sraya.
e.
PP No 1/1971
tentang penyitaan modal negara RI untuk pendirian perusahaan perseroan dalam
bidang peransuransiaan kredit.
f.
UU No 2/1992
tentang usaha peransuransiaan.
D.
Usaha
Peransuransian
Suatu kegiatan usaha peransuransian
merupakan jenis yang berkategori kegiatan usaha yang diatur oleh pemerintah.
Hal ini dilakukan karena usaha asuransi sangat berkaitan dengan pengumpulan
dana masyarakat.
Kegiatan usaha asuransi diatur oleh
UU No.2 tahun 1992. hal-hal yang diatur dalam UU No.2 tahun 1992 meliputi
seperti berikut :
1.
Bidang usaha, jenis usaha, ruang lingkup usaha serta bentuk
hukum usaha peransuransian
2.
Objek asuransi
3.
Kepemilikan dan
perijinan usaha peransuransian
4.
Pembinaan dan
pengawasan
5.
Kefailitan dan
likuidasi
6.
Ketentuan pidana
E.
Manfaat
Asuransi
Pada dasarnya asuransi
konvensional memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
1.
Rasa aman dan
perlindungan
Polis
asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko
atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut
benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured)
berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan
perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2.
Polis asuransi
dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
3.
Berfungsi
sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi
yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan.
Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga
bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
4.
Alat penyebaran
risiko
Risiko
yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung
dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai
pertanggungan.
5.
Membantu
meningkatkan kegiatan usaha
Investasi
yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa
diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan
lain-lain).
F.
Resiko
Asuransi
Suatu ketidakpastian dapat
menyebabkan suatu kerugian atau keuntungan jenis-jenis ketidakpastian sebagai
berikut[3] :
a. Economic
Uncertainity : kejadian akibat perubahan sikap konsumen, perubahan selera
harga, teknologi dan penemuan baru
b. Uncertainity
of Natural : kebakaran, badai, topan dan banjir
c. Human
Uncertainity : peperangan, pencurian dan banjir
Yang dapat dipertanggung jawabkan
diatas adalah Uncertainties, alam dan manusia. Dan ketidakpastian ekonomis
tidak bisa diasuransikan karena sifatnya spekulatif dan sulit diukur tingkat
keparahannya.
Penggolongan resiko dibagi menjadi
tiga :
1. Resiko
murni (pure risk) : bila ini terjadi akan mendatangkan kerugian dan jika tidak
terjadi akan berdampak netral (tidak untung tidak rugi), contohnya mobil yang
dikendarai menabrak atau rumah terbakar jika hal ini terjadi maka pemilik akan
merugi dan jika tidak terjadi pemilik tidak untung tidak rugi.
2. Resiko
spekulatif (spekulatife risk) : jika ini terjadi akan
mendatangkan rugi atau untung contohnya melakukan investasi saham dibursa efek
atau membeli undian yang berhadiah.
3. Resiko
individu (individual risk) : resiko yang dihadapi individu sehari-hari,
contohnya mobil atau investasi yang semuanya menimbulkan kerugian-kerugian
keuangan.
G.
Prinsip
Asuransi
1. Insurable
interest (kepentingan yang dipertanggungkan)
Pada prinsipnya
merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko yang
berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung
dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi
kriteria insurable interest:
· Kerugiaan
tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan
terjadinya.
· Kewajaran.
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang
memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
· Catastrophic. Risiko
yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi
yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan
mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
· Homogen.
Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan
dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau
sejenis.
2. Utmost Good
Faith (itikad baik)
Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua
belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung
harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk
mengungkapkan fakta disebut duty of
disclosure. Prinsip ini
pun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala
persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas dan teliti. Kewajiban untuk
memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku [4]:
a.
Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan
sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak
tersebut.
b.
Pada saat kontrak asuransi.
c.
Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan
mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
3. Indemnity
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko
yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat
mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi
finansial.
4. Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisien yang
mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara berantai atau berurutan tanpa
intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu
sumber baru dan independent.
5. Subrogation
Pada prinsipnya merupakan hak penanggung
yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain
yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6. Contribution
Bahwa penanggung berhak mengajak
penanggung-penanggung yang lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut
bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah
tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.
H.
Bentuk-Bentuk
Asuransi
1. Asuransi
Harta
Merupakan sesuatun
pertanggungan untukm semua hak milik yang
berupa harta benda.
a.
Asuransi
tanggung gugat
Asuransi tanggung gugat
dapat terjadi pada asuransi pengangkutan
kendaraan bermotor.
b. Asuransi
Kerugian
Usaha yang memberikan
jasa-jasa dalam penanggulangan resiko
atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga
yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
c. Asuransi
Kebakaran
d. Sesuatu
yang terbakar yang seharusnya tidak terbakar, yang kejadiannya merupakan suatu
kecelakaan bukan secara tiba-tiba, tidak ada unsur kesengajaan dan tidak dapat
diperkirakan.
e. Reasuransi
Merupakan sesuatu pertanggungan ulang.
Sistem penyebaran resiko dimana seorang penanggung menyebarkan seluruh atau
sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Adapun
fungsi reasuransi yang dapat dinikmati oleh masyarakatnya adalah :
1.
Meningkatkan
kapasitas akseptasi
2.
Alat penyebaran
resiko
3.
Meningkatkan
stabilitas usaha
4.
Meningkatkan
kepercayaan
Usaha reasuransi sebagai usahayang
menunjang usaha asuransi juga diselenggarakan oleh beberapa perusahaan khusus
yang lazim disebut reasuransi profesional. Prinsip dasar reasuransiadalah para
penanggung melakukan pertanggungan yang
telah ditanggungkannya kepada pihak lain.
f.
Loss Unexpectetd
harus berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kerugian dan tidak dapat diperkirakan.
g. Reasonable
Merupakan benda
yang memiliki nilai baik dari pihak penanggung maupun dari pihak tertanggung .
h. Catastrophic
Resiko tersebut harusnya
menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat besar.
i. Homogeneous
Barang yang akan
dipertanggungkan harusnya homogen yaitu banyak barang yang serupa baik bentuk
maupun sifatnya.
j. Peril
and Hazards
Peril merupakan
penyebab yang mengakibatkan kerugian sedangkan Hazards merupakan suatu keadaan
yang dapat menciptakan atau mendorong kesempatan untuk timbulnya kerugian dari
peril.
I.
Produk-produk
asuransi konvensional yang menjadi unggulan
Prioritas produk yang
sekarang menjadi unggulan dalam asuransi
konvensional adalah[5]:
1. Produk
asuransi jiwa
a. Asuransi
pendidikan
b. Asuransi
kesehatan
c. Asuransi
kecelakaaan
d. Asuransi
perjalanan wisata
2. Produk
asuransi jaminan
a. Asuransi
kendaraan bermotor (motor vihicle insurance)
b. Asuransi
kebakaran (fire insurance)
c. Asuransi
resiko pembangunan (contractor all risk insurance)
d. Asuransi
resiko pemasangan (erection all risk insurance)
e. Asuransi
mesin (machinerien insurance)
f. Asuransi
peralatan elektronik (electronic equipment insurance)
g. Asuransi
pengangkutan (cargo insurance)
h. Asuransi
rangka kapal (marine hull insurance)
i.
Asuransi
pengiriman uang (cash in transit insurance)
j.
Asuransi
gabungan (general accident insurance)
k. Asuransi
kecelakaan diri (personal acciden insurance)
l.
Asuransi
penyimpanan uang (cash insave insurance)
m. Asuransi
tanggung-gugat (liability insurance)
n. Asuransi
kebongkaran (burglary insurance)
o. Asuransi
aneka (farious insurance)
J.
Polis
Asuransi
Polis
asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara
edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat
hal-hal sebagai berikut [6]:
1. Nomor
polis
2. Nama
dan alamat tertanggung
3. Uraian
risiko
4. Jumlah
pertanggungan
5. Jangka
waktu pertanggungan
6. Besar
premi, bea materai, dan lain-lain
7. Bahaya-bahaya
yang dijaminkan
8. Khusus
untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi,
nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.
K.
Premi
Asuransi
Premi asuransi adalah
kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang
dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung pada
faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah
nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada
perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.
L.
Asuransi
Kredit
Asuransi kredit
mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang
selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak
bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan
kerugian bagi pemilik barang dan bank
sebagai pemberi kredit.
Kredit adalah pinjaman
uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk melindungi diri dari
kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit, pemberi kredit
menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam asuransi kredit, yang menjadi
pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau lembaga keuangan) dan
yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko kredit di mana tidak diperolehnya
kembali kredit kepada para nasabahnya (yang umumnya terdiri atas para
pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :
1. Melindungi
pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya.
2. Membantu
kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun
kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan
adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat membantu para
nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan
asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi
Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang
menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah, bank-bank swasta, dan
lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan
oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang ditanggung. Premi
tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank yang
membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit. Walaupun
begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi kredit.
[1] Ali, Hasan. AM, 2004, Asuransi dalam Perspektif
Hukum Islam, Jakarta :Kencana. Hlm. 57
[2]Kasmir. SE,.
MM, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. Hal 277
[3]Julius R,
Latumaerissa, 2001, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Salemba Empat,
Hal 455
[4] Ali, Hasan. AM, 2004, Asuransi dalam
Perspektif Hukum Islam, Jakarta :Kencana, Hlm. 79
[5]D.R.H
Hendi Suhandi.MSI, 2005, Asuransi Takaful,
Bandung: Mimbar Pustaka. Hal:141
[6] Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta
: Salemba Empat. Hlm 146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar