A. Pengertian Munasabah
Kata
munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuti berarti al-musyakalah
(keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ilmu
munasabah adalah ilmu yang persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan
surat yang lain.[1]
Ilmu ini menjelaskan antara beberapa ayat atau surat yang memiliki hubungan
sebab akibat, abstrak dan konkrit, umum dan khusus, antara ‘illat dan
ma’lulnya, antara rasional dan irrasional atau bahkan antara dua hal yang
kontradiksi.[2]
B. Sejarah Perkembangan Pengetahuan Munasabah
Berawal dari
kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana dalam mushaf utsmani yang
tidak sesuai dengan urutan turunnya ayat, melahirkan sebuah ilmu pengetahuan
yaitu ilmu munasabah yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar ayat atau
surat. Ilmu
munasabah sendiri diperkenalkan oleh imam abu bakar An-Naisaburi.
Munasabah adalah ilmu yang menggunakan rasio. Hal
ini sebagaimana dikatakan oleh Subhi Shalih:
المناسبة أمرمعقول إذا أعرض علي
العقول تلقته بالقبول[3]
Menilik atas apa yang dikemukakan Shubhi al-Shalih, maka
perkembangan munasabah dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni ‘ulama
yang memberikan pengertian dan mengembangkan munasabah serta ‘ulama yang
menganggap munasabah adalah hal yang tidak penting dan tidak mengembangkannya.[4]
Golongan pertama yang memberikan perhatian kepada
munasabah dipelopori oleh Imam Abu Bakar al-Naisabury (w.324) berawal dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dibenak beliau ketika ia mendengar ayat-ayat
atau surat-surat al-qur’an mengapa penyusunan ayat ini atau surat ini berada di
depan atau dibelakang ayat atau surat ini. Selain
al-Naisabury, Fakhruddin al-Razy juga memiliki perhatian yang sangat besar
terhadap munasabah. Sedangkan Nidhamuddin al-Naisabury, Abu Hayyan al-Andalusy
serta al-Suyuthi hanya menaruh sedikit perhatian pada munasabah yakni pada
korelasi antara ayat dengan ayat.
Penggunaan istilah munasabah pun berbeda-beda.
Ar-raziy dalam kitab tafsirnya mengatakan munasabah dengan istilah ta’alluq.
Al-Alusiy dalam kitab tafsirnya Ruhul Ma’ani menggunakan istilah
tartib. Sedangkan Rasyid Ridla dengan dua
istilah, al-iththishal dan at-ta’lil. Sayyid Qutub
mengganti munasabah denga istilah irthibat.[5]
Golongan pertama yang memandang akan urgensi
pengungkapan munasabah bersandar pada suatu pemikiran yang menyatakan bahwa
tartib al-qur’an adalah tauqifi bukan ijtihadi. Ini menunjukkan bahwa urutan
ayat dan surat adalah petunjuk Rasul SAW[7].
Golongan kedua yang menganggap tidak perlu melakukan
munasabah mengatakan bahwa hubungan yang dicari adalah satu ayat dengan
beberapa prinsip. Termasuk juga bahwa al-qur’an hanya menampilkan hal-hal yang
bersifat prinsip (mabda’) dan norma atau kaidah umum. Maka bukan hal yang tepat
jika orang bersikeras untuk mencari korelasi antar ayat atau surat yang
sifatnya tafshil.[6]
Demikian halnya Mahmud Syaltuth yang kurang setuju akan mufassir yang
menggunakan munasabah.
C. Cara Mengetahui Munasabah
Para ulama
menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai munasabah merupakan ijtihadi karena
tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi saw. maupun sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan
mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya karena al Qur’an diturunkan
secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwayang ada pada
masa itu. Ketika tidak ditemukan munasabah antar suatu ayat maka tidak diboleh
memaksakan diri.[7]
Menurut As-Suyuti ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah:
1.
Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.
Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam
surat.
3.
Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut terdapat hubungan atau tidak.
4. Dalam mengambil kesimpulan
hendaknya memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.[8]
D. Macam-Macam Munasabah
Berikut adalah beberapa macam
munasabah dalam al-Qur’an.[9]
- Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya
Munasabah disini berfungsi
menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh
dalam surat Al-Fatihah: 1 berkorelasi dengan surat Al-Baqarah: 152 dan 186.
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu úüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
2. segala
puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
[2]
Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang
dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya
karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui
keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala
puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut
dipuji.
[3]
Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan
Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau
ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam):
semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam,
seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan
sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
152. karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(Al-Baqarah:152)
#sÎ)ur y7s9r'y Ï$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% ( Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy ( (#qç6ÉftGó¡uù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 crßä©öt ÇÊÑÏÈ
186. dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. (Al-Baqarah:186)
Pada munasabah jenis ini menjelaskan hubungan khusus
surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan kebahasaan
sedangkan hubungan umumnya lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.
- Munasabah antarnama surat dan
tujuan turunnya
Setiap
surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya
masing-masing. Seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat
Al-Jinn.
øÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù't br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏGs?r& #Yrâèd ( tA$s% èqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ (#qä9$s% äí÷$# $uZs9 y7/u ûÎiüt7ã $uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ w ÖÚÍ$sù wur íõ3Î/ 8b#uqtã ú÷üt/ y7Ï9ºs ( (#qè=yèøù$$sù $tB crãtB÷sè? ÇÏÑÈ (#qä9$s% äí÷$# $oYs9 /u ûÎiüt6ã $oY©9 $tB $ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? úïÌÏ໨Z9$# ÇÏÒÈ (#qä9$s% äí÷$# $uZs9 y7/u ûÎiüt7ã $uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$# tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ w ×Aqä9s çÏVè? uÚöF{$# wur Å+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB w spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù $tBur (#rß%x. cqè=yèøÿt ÇÐÊÈ
67. dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah
kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"[62] Musa menjawab: "Aku
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang
jahil".
68. mereka menjawab: " mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah
itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;
Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
69. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya."
70. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami
insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."
71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk
membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu[63].
[62] Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah
supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
[63] Karena sapi yang menurut syarat yang disebutkan
itu sukar diperoleh, hampir mereka tidak dapat menemukannya.
- Munasabah antarbagian suatu ayat
Munasabah
macam ini adakalanya memakai huruf athof yang biasanya memakai bentuk
berlawanan (mutadhodat), misalnya penggunaan ﻮ dan ﺃﻢ . Sedangkan
yang tidak menggunakan huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah yang
dapat mengambil bentuk:[10]
a)
At-Tanzir, yaitu membandingkan dua
hal yang sebanding.
úïÏ%©!$# cqßJÉ)ã no4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã ÇÌÈ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uy yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOÌ2 ÇÍÈ
3. (yaitu)
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka.
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
b)
Al-Mudhodat, yaitu berlawanan, seperti terlihat dalam surat Al-Hadid:
uqèd “Ï%©!$# t,n=y{
ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur ’Îû ÏpGÅ™ 5Q$ƒr& §NèO 3“uqtGó™$# ’n?tã
ĸóyêø9$# 4 ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ ’Îû ÇÚö‘F{$# $tBur
ßlãøƒs†
$pk÷]ÏB $tBur
ãAÍ”\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur
ßlã÷ètƒ
$pkŽÏù
( uqèdur
óOä3yètB
tûøïr&
$tB
öNçGYä. 4 ª!$#ur
$yJÎ tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt ÇÍÈ
Artinya:
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia
bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”
Antara kata “yaliji” (masuk) dengan
kata “yakhruju” (keluar), serta kata
“yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.
c)
Al-Istithad, yaitu peralihan pada penjelasan lain, missal Q.S. Al-A’raf:26)
ûÓÍ_t6»t tPy#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ͺuqã öNä3Ï?ºuäöqy $W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)G9$# y7Ï9ºs ×öyz 4 Ï9ºs ô`ÏB ÏM»t#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbrã©.¤t ÇËÏÈ
26. Hai anak
Adam[530], Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang
paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.
[530] Maksudnya Ialah: umat manusia
[531] Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
Ayat
tersebut menjelaskan nikmat Allah SWT., sedang di tengahnya ada kata (3“uqø)G9$#â¨$t7Ï9ur)
yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini
munasabah terlihat antara menutup aurat dengan kata-kata takwa.
d)
At-Takhollus (peralihan), peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan
tidak kembali lagi pada pembicaraan awal.
- Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah
ini ada yang terlihat jelas dan ada pula yang tidak jelas, yang terlihat jelas
biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), itiradh
(bantahan), dan tasydid (penegasan). Sedangkan yang tidak jelaas dapat dilihat
melalui qara’in ma’nawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola,
yaitu at-tanzir (perbandingan).
- Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat
di sampingnya
Misalnya
alam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, Allah SWT. memulai penjelasan-Nya
tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam
kelompok ayat berikutnya dibicarakab tiga kelompok mannusia dan sifat mereka
yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.
- Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah
ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk menguatkan
(tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat dan member penjelasan tambahan.
- Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
Contohnya terdapat dalam surat Al-Qashas yang
bermula dengan menjelaskanperjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan
kekejaman Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan Allah SWT., Nabi Musa
berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah SWT.
menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. yang mendapat tekanan dari
kaumnya dan janji Allah SWT. atas kemenangannya. Kemudian jika di awal surat
dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak menolong orang kafir. Munasabahnya terletak
pada sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
- Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat
berikutnya
Misalnya
pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih yang bermunasabah dengan
akhir surat sebelumnya, yaitu Al-Waqiah. Atau pada akhir surat Al-Fatihah
dengan awal surat Al-Baqarah.
- Urgensi Munasabah Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa manfaat mempelajari
munasabah antara lain:
1. Dapat mengembangkan sebagian
anggapan orang bahwa tema-tema al Qur’an kehilangan relevansinya antara satu
bagian dengan bagian lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau
hubungan antara bagian al Qur’an baik antara kalimat atau antar ayat maupun
antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap
kitab al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya.
3. Mengetahui mutu dan tingkat
ke-balagha-an bahasa al Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan
yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dengan yang lain.
4. Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat
al Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat
atau ayat yang lain.[11]
5. Berperan menggantikan ilmu asbabun
nuzul apabila tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi mengetahui
korelasi ayat dengan ayat yang lain.[12]
6. Dari sisi balaghah, korelasi ayat
dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al Qur’an sehingga
apabila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.[13]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar