Trus Karya Tataning Bumi

Wikipedia

Hasil penelusuran

Penelusuran

Translate

Kamis, 26 September 2013

Munasabah Al-Qur'an

A.    Pengertian Munasabah
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuti berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ilmu munasabah adalah ilmu yang persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat yang lain.[1] Ilmu ini menjelaskan antara beberapa ayat atau surat yang memiliki hubungan sebab akibat, abstrak dan konkrit, umum dan khusus, antara ‘illat dan ma’lulnya, antara rasional dan irrasional atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.[2]
B.     Sejarah Perkembangan Pengetahuan Munasabah
Berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana dalam mushaf utsmani yang tidak sesuai dengan urutan turunnya ayat, melahirkan sebuah ilmu pengetahuan yaitu ilmu munasabah yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar ayat atau surat. Ilmu munasabah sendiri diperkenalkan oleh imam abu bakar An-Naisaburi.
Munasabah adalah ilmu yang menggunakan rasio. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Subhi Shalih:
المناسبة أمرمعقول إذا أعرض علي العقول تلقته بالقبول[3]
Menilik atas apa yang dikemukakan Shubhi al-Shalih, maka perkembangan munasabah dapat digolongkan menjadi dua golongan, yakni ‘ulama yang memberikan pengertian dan mengembangkan munasabah serta ‘ulama yang menganggap munasabah adalah hal yang tidak penting dan tidak mengembangkannya.[4]
Golongan pertama yang memberikan perhatian kepada munasabah dipelopori oleh Imam Abu Bakar al-Naisabury (w.324) berawal dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dibenak beliau ketika ia mendengar ayat-ayat atau surat-surat al-qur’an mengapa penyusunan ayat ini atau surat ini berada di depan atau dibelakang ayat atau surat ini. Selain al-Naisabury, Fakhruddin al-Razy juga memiliki perhatian yang sangat besar terhadap munasabah. Sedangkan Nidhamuddin al-Naisabury, Abu Hayyan al-Andalusy serta al-Suyuthi hanya menaruh sedikit perhatian pada munasabah yakni pada korelasi antara ayat dengan ayat.
Penggunaan istilah munasabah pun berbeda-beda. Ar-raziy dalam kitab tafsirnya mengatakan munasabah dengan istilah ta’alluq. Al-Alusiy dalam kitab tafsirnya Ruhul Ma’ani menggunakan istilah tartib. Sedangkan Rasyid Ridla dengan dua istilah, al-iththishal dan at-ta’lil.  Sayyid Qutub mengganti munasabah denga istilah irthibat.[5]
Golongan pertama yang memandang akan urgensi pengungkapan munasabah bersandar pada suatu pemikiran yang menyatakan bahwa tartib al-qur’an adalah tauqifi bukan ijtihadi. Ini menunjukkan bahwa urutan ayat dan surat adalah petunjuk Rasul SAW[7].
Golongan kedua yang menganggap tidak perlu melakukan munasabah mengatakan bahwa hubungan yang dicari adalah satu ayat dengan beberapa prinsip. Termasuk juga bahwa al-qur’an hanya menampilkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda’) dan norma atau kaidah umum. Maka bukan hal yang tepat jika orang bersikeras untuk mencari korelasi antar ayat atau surat yang sifatnya tafshil.[6] Demikian halnya Mahmud Syaltuth yang kurang setuju akan mufassir yang menggunakan munasabah.
C.     Cara Mengetahui Munasabah
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai munasabah merupakan ijtihadi karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi saw. maupun sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya karena al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwayang ada pada masa itu. Ketika tidak ditemukan munasabah antar suatu ayat maka tidak diboleh memaksakan diri.[7]
Menurut As-Suyuti ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah:
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut terdapat hubungan atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.[8]
D.    Macam-Macam Munasabah
Berikut adalah beberapa macam munasabah dalam al-Qur’an.[9]
  1. Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya
          Munasabah disini berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah: 1 berkorelasi dengan surat Al-Baqarah: 152 dan 186.
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ  
2. segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.


þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
152. karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(Al-Baqarah:152)

#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah:186)

Pada munasabah jenis ini menjelaskan hubungan khusus surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan kebahasaan sedangkan hubungan umumnya lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.

  1.  Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/ 8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $oYs9 š­/u ûÎiüt6ム$oY©9 $tB $ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? šúï̍Ï໨Z9$# ÇÏÒÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$# tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ   tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ×Aqä9sŒ 玍ÏVè? uÚöF{$# Ÿwur Å+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB žw spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù $tBur (#rߊ%x. šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÊÈ  
67. dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"[62] Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".
68. mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
69. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."
70. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."
71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu[63].

[62] Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
[63] Karena sapi yang menurut syarat yang disebutkan itu sukar diperoleh, hampir mereka tidak dapat menemukannya.



  1. Munasabah antarbagian suatu ayat
Munasabah macam ini adakalanya memakai huruf athof yang biasanya memakai bentuk berlawanan (mutadhodat), misalnya penggunaan dan ﺃﻢ . Sedangkan yang tidak menggunakan huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah yang dapat mengambil bentuk:[10]
a)       At-Tanzir, yaitu membandingkan dua hal yang sebanding.
šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
b)      Al-Mudhodat, yaitu berlawanan, seperti terlihat dalam surat Al-Hadid:
uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# 4 ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt ÇÍÈ  
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Antara kata “yaliji” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar),  serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.


c)      Al-Istithad, yaitu peralihan pada penjelasan lain, missal Q.S. Al-A’raf:26)
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ͺuqムöNä3Ï?ºuäöqy $W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ  
26. Hai anak Adam[530], Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.

[530] Maksudnya Ialah: umat manusia
[531] Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.

Ayat tersebut menjelaskan nikmat Allah SWT., sedang di tengahnya ada kata (3uqø)­G9$#â¨$t7Ï9ur) yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah terlihat antara menutup aurat dengan kata-kata takwa.

d)      At-Takhollus (peralihan), peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan awal.

  1. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah ini ada yang terlihat jelas dan ada pula yang tidak jelas, yang terlihat jelas biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), itiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Sedangkan yang tidak jelaas dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola, yaitu at-tanzir (perbandingan).
  1. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
Misalnya alam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, Allah SWT. memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakab tiga kelompok mannusia dan sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.

  1. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat dan member penjelasan tambahan.

  1. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
            Contohnya terdapat dalam surat Al-Qashas yang bermula dengan menjelaskanperjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan Allah SWT., Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah SWT. menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. yang mendapat tekanan dari kaumnya dan janji Allah SWT. atas kemenangannya. Kemudian jika di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.


  1. Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih yang bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, yaitu Al-Waqiah. Atau pada akhir surat Al-Fatihah dengan awal surat Al-Baqarah.

  1. Urgensi Munasabah Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa manfaat mempelajari munasabah antara lain:
1.      Dapat mengembangkan sebagian anggapan orang bahwa tema-tema al Qur’an kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2.      Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al Qur’an baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.      Mengetahui mutu dan tingkat ke-balagha-an bahasa al Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dengan yang lain.
4.      Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[11]
5.      Berperan menggantikan ilmu asbabun nuzul apabila tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.[12]
6.      Dari sisi balaghah, korelasi ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al Qur’an sehingga apabila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.[13]




[1] Abdul Djalal, 2008, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, Hlm. 154.
[2] Abdul Djalal, 2008, Ulumul Qur’an ......................... hlmA154.
[3] Shubhi al-Shalih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Daral-‘Ilmi al-Milayin, 1972), h.152
[4] Ahmad Izzan, Ulumul Quran.(Bandung: Tafakur, 2005), h.191
[5] Usman, h. 166-168
[6]  Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilal al-Qur’an, j.i, (Beirut: Dar Ihya’ al-Tijarat al-“arabiyah, 1386 H.), h.99
[7] Rosihan Anwar, 2008, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 83.
[8] Rosihan Anwar, 2008, Ulum Al-Qur’an, ............................... hlm. 84.
[9] Rosihan Anwar, 2008, Ulum Al-Qur’an, ............................... hlm. 84-95.
[10] Abu Anwar, 2009, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar,  Pekanbaru: Amzah, hlm. 70.
[11] Rosihan Anwar, 2008, Ulum Al-Qur’an, ............................... hlm. 96-97.
[12] Mashfuk Masduki, 1980, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT Bina Ilmu, hlm. 167.
[13] Muhammad Chirzin, 1998, al Qur’an dan Ulumul Qur’an,  Yogyakarta: Darma Bakti Prima Yasa, hlm. 57.

Tidak ada komentar: