Trus Karya Tataning Bumi

Wikipedia

Hasil penelusuran

Penelusuran

Translate

Kamis, 26 September 2013

Ayat Akuntansi Syari'ah

1.      Dalil Naqli dan Dalil Aqli Akuntansi Syari`ah
a.       Al-Qur`an
1)      Q.S. Al-Baqarah [2]: 282
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃Ïè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang berutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika orang yang berutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah wakilnya mengimlakkan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua oran saksi dari orang laki-laki di antara kamu. Jika kamu tak ada dua orang laki-laki, maka bolehlah seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi itu enggan member keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menuliskan utang itu, baik  kecil maupun besar sampai waktu membayarnya.  Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguan. (Tulislah muamalahmu itu) kecuali jika muamalahmu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka tak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan  janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan yang demikian itu maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu, dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu da Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”









2)      Q.S. Asy-Syu’ara []: 181—184
* (#qèù÷rr& Ÿ@øs3ø9$# Ÿwur (#qçRqä3s? z`ÏB z`ƒÎŽÅ£÷ßJø9$# ÇÊÑÊÈ   (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# ÇÊÑËÈ   Ÿwur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& Ÿwur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ   (#qà)¨?$#ur Ï%©!$# öNä3s)n=s{ s'©#Î7Éfø9$#ur tû,Î!¨rF{$# ÇÊÑÍÈ  
  Artinya: “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”

b.      Pemikiran menurut Buya Hamka mengenai nash Akuntansi Syari`ah (Dalil Aqli)
1)      Dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 282, sebagai berikut:
a)      Dalil yang mengatakan bahwa pentingnya pencatatan dalam akuntansi.
“Perhatikanlah tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian orang yang beriman kepada Allah supaya utang piutang ditulis, itulah dia yang berbuat sesatu pekerjaan karrena Allah, karena perintah Allah dilaksanakan. Sebab itu tidaklah layak karena berbaik hati kepada kedua belah pihak lalu berkata tidak perlu dituliskan karena kita sudah percaya mempercayai. Padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah. Si Anu mati dalam berutang, tempat berutang menagih pada warisnya yang tinggal. Si waris bisa mengingkari utang itu karena tidak ada surat perjanjian.”[1]


Buya Hamka melanjutkan:
“..dan apabila di belakang hari perlu dipersaksikan lagi sudah ada hitam di atas putih tempat berpegang dan keragu-raguan hilang, sebab sampai sekecilnya pun dituliskan.”[2]

b)      Dalil yang mengatakan bahwa dianjurkannya untuk mencatat jumlah penjualan secara tunai.
“..di zaman kemajuan sebagai sekarang, orang berniaga sudah lebih teratur, sehingga membeli kontanpun dituliskan orang juga, sehingga sipembeli dapat mencatat berapa uangnya keluar pada hari itu dan sipenjual pada menghitung penjualan berapa barang yang laku dpat pula menjumlahkan dengan sempurna. Tetapi yang semacam itu terpuji pula pada syara’. Kalau dikatakan tidak mengapa (dalam Al-Quran..pen) tandanya ditulis lebih baik.”[3]

2.      Landasan Hukum Akuntansi Syari`ah di Indonesia
Berikut merupakan landasan hukum Akuntansi Syari`ah di Indonesia bedasarkan referensi dari “Kompilasi Hukum Eknomi Syari`ah” yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2008 yang terdapat pada Buku IV tentang “Akuntansi Syari`ah” Bab I mengenai “Cakupan Akuntansi Syari`ah”.
Pasal 735:
(1)   Akuntansi syari`ah harus dilakukan dengan mencatat, mengelompokkan, dan menyimpulkan transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian yng mempunyai sifat keuangan dalam nilai mata uang untuk dijadikan bahan informasi dan analisis bagi pihak-pihak yang secara proporsional berkepentingan.
(2)   Pihak-pihak yang berkepentingan dalam ayat (1) adalah pemilik dana; kreditur; pembayar zakat, ikfak, dan shadaqah (ZIS); pemegang saham; otoritas pengawasan; Bank Indonesia: pemerintah; lembaga penjamin simpaanan; dan masyarakat.
Pasal 736:
“Akuntansi syari`ah mencakup pencatatan seluruh transaksi syari`ah.”[4]

3.      Falsafah Akuntansi Syari`ah
a.      Asal Mula Ilmu Akuntansi
Akuntansi sejatinya sudah digunakan jauh sebelum masa renaissance, yaitu pada masa keislaman Rasulullah Saw. Namun, akibat ulah Barat jasa para pemikir Islam disembunyikan atau bahkan dihilangkan agar prinsip keilmuan yang dimiliki para pemikir Islam disesuaikan dengan dengan kepentingan para penguasa kapitalis untuk melangsungkan pergerakkan sekulerisme. Barat tidak dapat selamanya menyembunyikan sumbangan untuk Islam yang telah maju lebih dahulu (615 – 1250 M) dengan puncaknya tahun 900 – 1200 Masehi dibanding dengan sivilisasi barat (1350 M– sekarang ). Filosof Islam yang selama ini disembunyikan seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Maskaweh, Al-Jabbar, Al-Khawariz semakin terkuak setelah buku-buku mereka dibaca. Islam ternyata menjadi transformasi kemajuan kebudayaan masyarakat sebelumnya seperti Romawi, Yunani, Persia, Cina, India, dan sebagaainya. Islam menurut Watt (1995) telah memberikan sumbangan besar terhadap kebudayaan Barat dan Al-Ghaffa(1988) mengemukakan ternyata tidak hanya sebagai penerjemah alam pikiran Yunani tetapi juga mengembangkannya dalam bentuk jadi yang kemudian ditransformasikan Barat dan melahirkan kemajuan dunia saat ini yang juga harus kita akui sebagi jerih payah kebudayaan Barat. Tetapi untuk meniadakan sumbangan umat Islam dalam kemajuan peradaban manusia saat ini adalah suatu sifat kerdil yang tidak sesuai dengan tradisi ilmiah.
Hingga saat ini, banyak tanggapan atau kritik terhadap akuntansi sekarang tampak ketidakpuasan terhadap apa yang sesungguhnya diberikan akuntansi konvensional pada masyarakat. Kalau akuntansi berfungsi sebagai sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan maka ditemukan dua hal:
1.      Kompleksitas proses pengambilan keputusan dalam bisnis saat ini tidak bisa hanya mengandalkan informasi akuntansi.
2.      Jika selama ini sumber informasi akuntansi dinilai dominan maka ternyata situasi ekonomi maupun bisnis justru masih mengalami berbagai kerugian, korupsi, kecurangan, crash, depresi, dan sebagainya. Artinya informasi akuntansi yang selama ini dianggap sebagai dasar pengambilan keputusan ternyata banyak keputusan yang diambil dari sumber itu tidak menghasilkan output yang baik bahkan yang terjadi depresi, bangkrut, ekonomi yang lesu, dan sebagainya.
3.      Unsur etika semakin longgar. Karena informasi akuntansi dianggap bebas nilai maka akuntansi dibawa oleh pihak yang berkepentingan untuk vestednya sehingga merugikan masyarakat.[5]
Mulai dari pengalaman ini muncul pemikiran baru bahwa akuntansi konvensional harus berubah fungsinya dari fungsi penyediaan untuk pengambilan keputusan ke arah fungsi lain yang lebih bermanfaat. Fungsi tersebut sebagaimana terdapat pada jiwa Al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 282. Berikut penyempurnaan fungsi dari akuntansi konvensional.
1.      Penilaian terhadap efisiensi manajemen.
2.      Pengungkapan terhadap kecurangan manajemen.
3.      Penjelasan mengenai budget atau rencana kerja.
4.      Akuntansi harus semakin menghilangkan unsur alokasi, akuntansi harus lebih scientific.
5.      Akuntansi harus menyajikan informasi yang relevan, tidak hanya informasi kuantitatif tetapi juga kualitatif.[6]
Lambat laun, manusia menjadi lupa pada hakikat dirinya yang meliputi unsur materi dan spiritual. Unsur materi sifatnya sangat temporer, sementara unsur spiritual (ruh) adalah unsur yang langgeng. Padahal sebetulnya yang akan kembali kepada Tuhan itu bukan tubuh fisik, tetapi ruhnya.[7]
Materi diperlukan secukupnya untuk membantu proses perjalanan spiritual manusia untuk kembali ke Penciptanya. Materi bukan tujuan hidup manusia. Ia hanya sekedar instrument yang membantu perjalanan manusia kepada Sang Pencipta.
Akuntansi modern yang materialistis jelas tidak kondusif untuk mendukung perjalanan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah dekonstruksi terhadp akuntansi modern agar nantinya tercipta sebuah sistem akuntansi yang mampu menstimulasi perilaku manusia ke arah atau ke kondisi “kesadaran ketuhanan” (God consciousness). Kesadaran ketuhanan ini adalah kesadaran yang menyebabkan seseorang menyadari kehadiran Tuhan setiap saat. Akuntansi yang demikian itulah yang kita maksud dengan Akuntansi Syari`ah.[8]



1Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam – Ed. 1. cet. 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 120.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari`ah, t.t. 2008, hal. 204.
[5] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam. cet. 4, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hal. 3
[6] op. cit. hal. 4
[7] Iwan Triyuwono, Akuntansi Syari`ah, , hal. 5.
[8] op. cit. hal. 6.

Tidak ada komentar: