Trus Karya Tataning Bumi

Wikipedia

Hasil penelusuran

Penelusuran

Translate

Kamis, 26 September 2013

Sejarah Ilmu Mantiq



A.    Pengertian Ilmu Mantik

Ilmu berasal dari bahasa arab yang merupakan terjemahan dari kata logika. Menurut istilah maka diartikan suatu cabang ilmu filsafat yang menentukan penghargaan atau penelitian tetntang suatu cara berfikir atau cara mengemukakan alasan-alasan, jika fakta-fakta yang digunakan dalam cara berfikir itu sebelumnya sudah dikatakan benar logika memperhatikan kebenaran suatu cara berfikir tetapi kurang memperhatikan kondisi psikologis yang mungkin menjadi sebab dari cara berfikir itu. Oleh karena itu, logika bukanlah suatu ilmu empirik, tetapi juga bersifat normatif.
Ilmu mantik adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia kearah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah.[1] Ilmu mantik juga merupakan suatu lafadz yang mempunyai pengertian ganda, pertama, berarti apa yang diketahui (yakni dipercaya dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan suatu argumentasi yang disebut dalil). Kedua, yang berarti gambaran yang ada di akal tentang sesuatu seperti kerbau, sapi dan sebagainya. Dengan menyebut atau mendengar lafadz tersebut, maka dengan sendirinya akal akan memunculkan suatu gambaran. Lafadz yang ada pada gambaran di akal inilah yang disebut tasawur.
Sedangkan mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu bahasa arab nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang berarti perkataan atau sabda.
Pengertian mantiq menurut istilah ialah:
1.      Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir.
2.      Sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah.[2]

Ilmu diantara fungsinya adalah untuk menyusuri sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau tidak.
Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau tidak itulah yang disebut mantik. Dengan begitulah dapat diketahui ilmu tadi benar atau tidak. Jika benar dengan kenyataan maka dikatakan sidik atau benar. Dan sebaliknya jika salah maka dikatakan batil walaupun demikian tetap dalam kategori ilmu. Karena mantik merupakan alat untuk menuju ilmu yang benar atau karena ilmu yang benar perlu adanya pengarahan mantik. Jadi, ilmu mantik dikatakan ilmu segala yang benar atau sering disebut bapak dari segala ilmu.[3]
Rumusan Ilmu mantiq menurut  Syekh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi:[4]
َلْمَنْطِقُ هُوَ قَا نُوْنٌ تَعْصِمُ مُوَا عَاتُهُ بِـتَوْفِيْقِ اللهِ تَعًا لىَ الذِّ هْنَ مِنَ آلْخَطَاءِ فىِ فِكْرِهِ
“Ilmu mantiq adalah tatanan berfikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berfikir dengan pertolongan Allah Swt”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Al-Quasini:
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ الْمَعْلُوْمَاتِ الْتَّصَوُّرِ يَاتِ وَ الْتَّصْدِيْقِيَاتِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهَا تُوَصِلُ اِلى مَجْهُوْلٍ تَصَوُّرِيٍّ اَوْتَصْدِيْقٍ اَوْيَتَوَقَفُ عَلَيْهَا الْتَّوَصُلُ اِلى ذَالِكَ
“Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk mencapai interaksi dari keduanya, atau sesuatu pemahaman yang dapat mendeskripsikan tashawur dan tashdiq”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Syekh Aj-Jurjani:
“Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berfikir agar tehindar dari kesalahan, selain merupakan ilmu kecermatan praktis”.
Semantara itu adapun pengertian berfikir sebagai suatu kerja otak adalah sebagai berikut:
Menyusun berbagai persoalan objek tahu (muqoddimah Shugrodan muqoddimah qubro) untuk memperoleh suatu kesimpulan (natijah) Gerakan jiwa dalam memahami objek pikir.
Dari ketiga definisi tersebut yang penuturannya bersifat fungsional dan operasional dapatlah disimpulkan bahwa ilmu mantiq merupakan ilmu yang membahas suatu tata aturan berfikir benar berkenaan dengan objek pikir, untuk memperoleh kebenaran.
Bisa dikatakan ilmu mantiq adalah satu disiplin ilmu untuk mengenai cara mengotak-ngatik otak untuk memahami objek pikir agar menemukan kebenaran yang logis.


B.     Manfaat Ilmu Mantiq
Seperti dengan mempelajari ilmu-ilmu yang lain ilmu mantiq tidak terlepas dari kegunaan dan tujuan, adapun kegunaan dan tujuan ilmu mantiq menurut muhammad nur al-ibrahimi:
1.      Membuat daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga menjadikan lebih berkembang dengan melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkapkan sesuatu pemasalahan secara runtun atau ilmiah
2.      Membuat seseorang menjadi mampu menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang tepat
3.      Membuat seseorang mampu membedakan proses dengan urut fikir yang benar dan oleh karenanya maka akan menimbulkan kesimpulan berfikir yang benar (hak) dari yang salah (bathil) secara sendirinya.
Adapun menurut imam al-ahdhari, tujuan dan kegunaan ilmu mantiq adalah sebagai berikut:

“Mantiq dapat memelihara pikiran dari kesalahan berfikir, memperdalam pemahaman, dan menyingkap selimut kebodohan”.

Setelah memperhatikan tujuan dan kegunaan ilmu mantiq di atas, kita semakin menyadari betapa pentingnya mempelajari dan menkaji ilmu mantiq dalam kegiatan akademik (ilmiah) mengenai hal itu, imam alghozali menegaskan:
“Sesungguhnya orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang mantiq, maka ilmuny tidak dapat dipercaya”
Kegunaan yang sangat Nampak pada ilmu mantiq ini ialah untuk dapat berfikir dengan benar hingga sampainya seseorang pada kesimpulan yang benar tanpa mempertimbangkan kondisi dan situasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi seseorang.[5]
Jika demikian, kesimpulannya ialah setiap orang harus mempelajari ilmu mantiq agar seseorang dalam mengambil kesimpulan tak lagi salah. Ilmu mantiq yang menuntun mereka untuk sampai pada kesimpulan yang benar. Karena bisa saja seseorang melakukan kesimpulan yang benar tanpa melalui ilmu mantiq. Itu mungkin saja kebetulan, karena yang dapat menghasilkan kesimpulan atau hasil akhir yang benar adalah ilmu mantiq. Oleh sebab itulah ilu mantiq disebut sebagai jembatan dari segala ilmu.

C.     Sejarah Ilmu Mantiq
Kegiatan berfikir muncul berbarengan dengan adanya manusia pertama. Manusia diberi potensi berfikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Namun, mengenai berfikir sistematis (dalam pengertian secara mantiq), para penulis ilmu mantiq mengatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis kegiatan berfikir yang kemudian melahirkan tatacara berfikir yang dituangkan dalam suatu disiplin ilmu yang disebut mantiq.
Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunani, terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu.
Pada abad ke 5 sebelum masehi di yunani mantiq (logika) oleh ahli-ahli filsafat yunani kuno dijadikan sebagai ilmu. Perkembangan ilmu mantiq tidak terlepas dari sejarah perjalanan filsafat di yunani dan transformasinya kedalam pemikiran muslim dalam kegiatan ilmiah sejarah perkembangan ilmu mantiq di latar belakangi dengan ilmu mantiq dan perintis-perintisnya. Tercatat sebagai perintis pertamanya adalah sofisme. Kelompok ini mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan pendekatan akal, benar salah baik buruk sesuatu di ukur dengan timbangan akal mereka. Sayangnya kajian mereka sering mengarah pada kesesatan dalam berfikir, karena sebelumnya belum ada norma berfikir yang baku yang dapat menuntun mereka kearah berfikir yang benar dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
Karena memperhatikan kenyataan kelompok sofisme tersebut maka muncullah Socrates dan muridnya Plato serta Aristoteles. Mereka mulai merintis tata aturan berfikir benar dalam suatu bentuk kaedah-kaedah berfikir. Kaedah-kaedah inilah yang kemudian mewujud dalam suatu disiplin ilmu logika atau mantiq. Tercatat sebagai pencetus pertamanya ilmu mantiq adalah Aristoteles dan para sejarah peneliti pemikiran manusia menjuluki Aristoteles sebagai produk dasar ilmu mantiq. Maka tak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Karya tulis Aristoteles sebagai peletak dasar bangunan ilmu mantik. Adapun karya tulis Aristoteles di bidang logika diantaranya adalah Ornagon Oa Laterpretation dan Prior Arsiliteis.
Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan tetapi ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir yang teratur dalam suatu sistem.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompok ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.

Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga logika dipelajari di setiap perguruan.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya mantiq Aristoteles di transfer ke dunia islam melalui kegiatan penerjemahan kedalam bahasa Arab pada Zaman Daulah Abbasiyah (tahun 153-656 H/750-1258 M). Upaya penerjemahannya dilakukan oleh Abdullah bin Mughafah (sekretaris Abu Jafar al-Mansur dan Muhammad bin Abdullah bin Muhafah. Banyak karya-karya ilmiah Yunani dan lain-lainnya diterjemahkan kedalam bahasa Arab, sehingga ada satu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan nama abad terjemahan. Logika karya Aristoteles di terjemahkan juga dengan nama ‘Ilm Al-Mantiq.
Ilmu mantik dipelajari oleh umat islam sehingga banyak dari mereka yang menjadi seorang pakar mantik. Diantara mereka juga menulis buku ilmu mantik dan mengembangkannya dalam berbagai segi mengislamisasikannya melalui contoh-contoh yang dimunculkan oleh mereka. Mereka juga menggunakan ilmu mantik untuk mempertajam dan mempercepat daya pikir dan aplikasi kesimpulan yang benar dan mereka juga menggunakan ilmu mantik untuk membantu mengokohkan hujjah-hujjah agamawi termasuk wujud Tuhan dan kebaharuan alam semesta. Diantara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami menerjemah dan mengarang di bidang ilmu mantik adalah Abdullah Ibn Al-Muqaffa’, Yaqub Ibn Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Hamid Al-Ghazali, Ibn Rusyd Al-Kuthubi dan masih banyak yang lainnya. Pada Zaman kebangkitan Eropa dari abad gelap Al-Farabi malah dijuluki dengan guru kedua logika. Tokoh-tokoh ilmuwan lainnya yang sangat terkenal di bidang ilmu logika  adalah Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdillah Al-khawarizmi, Al-Tibrizi, Ibn Bajah, Al-Asmawi, Al-Sarmanqandi yang tidak terkenal hanya belahan timur tetapi juga belahan barat.
Kemudian menyusulah zaman kemunduran di bidang ilmu mantik karena dianggap terlalu memuja akal. Diantara ulama-ulama besar islam, seperti Muhyiddin Al-Nawawi, Ibn Shalah, Taqiyun Ibn Taimiyah, Saduddin Al-Taftajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantik dengan tuduhan akan menjadi zindiq, ilhad dan kufur. Pengaruh mereka ini telah menyebabkan banyak ulama yang tidak memperkenankan ilmu mantik diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan yang diasuh mereka.
Namun demikian banyak orang ulama besar masih mempertahankan ilmu mantik sebagai suatu ilmu yang harus dipelajari, tetapi mempunyai bagian yang terbatas saat menggunkannya sebagai penunjang bagi ilmu tauhid saja diantara mereka adalah Sayid Syarif Ali Al-Jurjani, Muhammad Al-Duwani, Abdurahman Al-Akhdari, muhibullah Al-Bisri, Ahmad Al-Malawi, Muhammad Subhan, Al-Hindi dan masih banyak yang lainnya.
Eropa hampir seribu tahun dalam masa abad gelap mulai abad ke 13 sampai abah ke 14. Meraka menggali lagi pelajaran logika tetapi mereka tidak dapat mempelajari pelajaran logika dengan sepenuhnya karena masih ada pengucilan gereja yang ketat. Namun demikian kegairahan ilmu di Eropa pada masa abad tersebut setelah melalui perjuangan berat memisahkan gereja dari negara sangat tinggi. Berbagai ilmu yang tadinya disalin dan diterjemahkan para ilmuan-ilmuan Muslim kedalam bahasa Arab diterjemahkan kembali oleh mereka dalam bahasa latin dan berlanjut ke bahasa-bahasa Eropa. Di bidang logika mereka juga menggelari jabatan atau julukan kepada Al-Farabi sebagai guru kedua dan Ibn Sina sebagai guru ketiga.
Buku logika Ibn Sina diterjemahkan dalam bahasa latin oleh mereka di penghujung abad ke 12. Terjemahan yang lebih lengkap adalah dari karya logika Ibn Rusyd di awal abad ke 14. Tejemahannya disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford (Inggris). Setelah itu ilmu logika mulai hidup kembali di Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya berkembang dengan subur.
Dalam masa filsuf-filsuf muslim Alpharabi merupakan maha guru kedua dalam ilmu pengetahuan karena masa Alpharabi ilmu mantiq di pelajari lebih rinci dan di praktikan termasuk dalam pentasdiqan qodhiah.
Pada era modern muncul pemikir Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan pemikir lainnya yang mengembangkan ilmu mantiq melalui karya-karya tulisnya.
            Setelah di transfer ke dunia islam, mantiq yunani terdiri dari tiga corak berikut:[7]

1.      Mantik hasil karya kelonpok Peripateticieus (Masya’ayun) atau mantiq aliran Peripatetisme (Massaiah, yaitu pengembangan metode aristo mabtu )
2.      Mantik hasil karya Stoicieus (Rawakiyun) atau mantiq aliran Stoicisme (Rawakiyah) yang di kembangkan oleh ahli ilmu kalam dan ahli ushul fiqh
3.      Mantik hasil karya ahli tasawuf yang disebut dengan mantik Isyaraqi (Manthiq Isyraqi)

Dalam kategori lain ilmu mantiq mempunyai corak yang dikelompokan menjadi tiga kelompok antara lain sebagai berikut:
1.      Mantik murni yunani
2.      Mantik yunani yang bercampur dengan pemikiran islam
3.      Mantik islami
Ilmu Mantiq Aristoteles dapat diterima dan berkembang di dunia pemikiran islam disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1.      Islam mengajarkan prinsip persamaan drajat antara pemeluk islam bangsa arab dan non arab, berbeda dengan agama non islam yang kerap kali memandang rendah masyarakat jajahannya.
2.      Adanya prinsip kebebasan berfikir bagi setiap individu muslim.
3.      Adanya sikap terbuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan peninggalan karya pemikir yunani sebagai bagian dari objek kajian ilmiah.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ilmu mantiq banyak menyumbangkan baik dalam pembahasan maupun percobaan-percobaan yang dilakukan oleh para ahli belakangan seperti Discartes, Imanuel Kant, dan yang lainnya.
Sejalan dengan itu, dalam dunia islam menjadi mundur di bidang ilmu pengetahuan. Pada masa kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam, timbullah berbagai kritikan terhadap Ilmu Mantiq/  Logika karena dianggap logika sebagai penyebab lahirnya paham-paham zindiq (atheis) karena terlalu memuja akal fikiran di dalam mencari kebenaran. Sebagian ulama kemudian mengharamkan mempelajari ilmu logika, seperti Imam an-Nawawi (1233-1277 M), Ibnu Shilah (1181-1243 M), Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) dan Sa’adduddin at-Taftazani (1322-1389 M).[8]
Pengaruh fatwa tersebut sangat kuat di kalangan umat Islam, sehinnga kegiatan dan perkembangan alam fikiran dunia Islam mengalami kemacetan dan kebekuan. Sementara dunia Barat sedang gembira menyambut zaman Kebangunan (Renaissance) di Eropa (abad 13-14 M).

 Namun demikian di awal kebangkitan islam (pada penghujung abad ke 19 yang ditandai dengan gerakan pembaharuan, ilmu mantik yang  di singkirkan oleh islam mulai dipelajari dan dikembangkan kembali. Gerakan pembaharuan ini di pelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain. Mendapat pengharuh besar dan meluas keseluruh dunia islam, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, ilmu mantik pada mulanya dipelajari secara terbatas di perguruan-perguruan agama dan pesantren. Ilmu ini kemudian mendapatkan perhatian berkat semangat positif dari gerakan pembaharuan. Meskipun pakar-pakar mantik banyak di Indonesia ternyata buku-buku mantik atau logika yang mereka susun dalam bahasa indonesia masih digolongkan sedikit. Sementara itu mereka juga mengakui besarnya yang signifikan dan peranan ilmu mantik atau logika bagi pengembangan ilmu pada umumnya dan peningkatan daya pikir untuk memperoleh kesimpulan yang benar dan logis. Ilmu Mantik sampai ke Indonesia bersama ilmu-ilmu agama lainnya yang dibawa oleh pelajar-pelajar muslim yang belajar di Timur Tengah.

Ilmu logika baru dipelajari lebih luas setelah diperkenalkannya buku Madilog karangan Tan Malaka yang terbit tahun 1951. Pada tahun 1954 Ilmu Mantiq telah dipelajari secara lebih luas dan dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan tinggi.[9]


[1]  Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berfikir Logik,( TT: Darul Ulum), 1996,  Hlm 1.
[3]  Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., Logika (ilmu mantiq), (Jakarta: Prenada Media Group), 2010, Hlm 1.
[4]  Syekh Abi Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi, Idhah Ibda’ Hikmah al-Hakim, hlm. 51.
[5] H. Baihaqi A. K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. (Jakarta: Darul Ulum Press), 2002,  Hlm. 4.

[7]  Drs. H. Syukriadi Sambas, Mantik kaidah berfikir islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung), 1996,
[8] Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.10.
[9] Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.11.




Tidak ada komentar: