A.
Pengertian
Ilmu Mantik
Ilmu berasal dari bahasa arab yang merupakan terjemahan dari kata
logika. Menurut istilah maka diartikan suatu cabang ilmu filsafat yang
menentukan penghargaan atau penelitian tetntang suatu cara berfikir atau cara
mengemukakan alasan-alasan, jika fakta-fakta yang digunakan dalam cara berfikir
itu sebelumnya sudah dikatakan benar logika memperhatikan kebenaran suatu cara
berfikir tetapi kurang memperhatikan kondisi psikologis yang mungkin menjadi
sebab dari cara berfikir itu. Oleh karena itu, logika bukanlah suatu ilmu
empirik, tetapi juga bersifat normatif.
Ilmu mantik adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing
manusia kearah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar
sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan
salah.[1] Ilmu
mantik juga merupakan suatu lafadz yang mempunyai pengertian ganda, pertama,
berarti apa yang diketahui (yakni dipercaya dengan pasti dan sesuai dengan
kenyataan yang muncul dari satu alasan suatu argumentasi yang disebut dalil).
Kedua, yang berarti gambaran yang ada di akal tentang sesuatu seperti kerbau,
sapi dan sebagainya. Dengan menyebut atau mendengar lafadz tersebut, maka
dengan sendirinya akal akan memunculkan suatu gambaran. Lafadz yang ada pada
gambaran di akal inilah yang disebut tasawur.
Sedangkan
mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu bahasa arab
nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang berarti perkataan
atau sabda.
Pengertian mantiq menurut istilah ialah:
1. Alat atau dasar yang gunanya untuk
menjaga dari kesalahan berpikir.
2. Sebuah ilmu yang membahas tentang
alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat
dari berfikir yang salah.[2]
Ilmu diantara fungsinya adalah untuk
menyusuri sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau tidak.
Dalil yang dipelajari untuk
mengetahui sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau tidak itulah yang
disebut mantik. Dengan begitulah dapat diketahui ilmu tadi benar atau tidak.
Jika benar dengan kenyataan maka dikatakan sidik atau benar. Dan sebaliknya
jika salah maka dikatakan batil walaupun demikian tetap dalam kategori ilmu.
Karena mantik merupakan alat untuk menuju ilmu yang benar atau karena ilmu yang
benar perlu adanya pengarahan mantik. Jadi, ilmu mantik dikatakan ilmu segala
yang benar atau sering disebut bapak dari segala ilmu.[3]
Rumusan Ilmu mantiq menurut
Syekh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi:[4]
َلْمَنْطِقُ هُوَ قَا
نُوْنٌ تَعْصِمُ مُوَا عَاتُهُ بِـتَوْفِيْقِ اللهِ تَعًا لىَ الذِّ هْنَ مِنَ
آلْخَطَاءِ فىِ فِكْرِهِ
“Ilmu mantiq adalah tatanan berfikir yang dapat memelihara otak
dari kesalahan berfikir dengan pertolongan Allah Swt”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Al-Quasini:
عِلْمٌ
يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ الْمَعْلُوْمَاتِ الْتَّصَوُّرِ يَاتِ وَ
الْتَّصْدِيْقِيَاتِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهَا تُوَصِلُ اِلى مَجْهُوْلٍ تَصَوُّرِيٍّ
اَوْتَصْدِيْقٍ اَوْيَتَوَقَفُ عَلَيْهَا الْتَّوَصُلُ اِلى ذَالِكَ
“Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq
untuk mencapai interaksi dari keduanya, atau sesuatu pemahaman yang dapat mendeskripsikan
tashawur dan tashdiq”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Syekh Aj-Jurjani:
“Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berfikir agar tehindar
dari kesalahan, selain merupakan ilmu kecermatan praktis”.
Semantara itu adapun pengertian berfikir sebagai suatu kerja otak
adalah sebagai berikut:
Menyusun berbagai persoalan objek tahu (muqoddimah Shugrodan
muqoddimah qubro) untuk memperoleh suatu kesimpulan (natijah) Gerakan jiwa
dalam memahami objek pikir.
Dari ketiga definisi tersebut yang
penuturannya bersifat fungsional dan operasional dapatlah disimpulkan bahwa
ilmu mantiq merupakan ilmu yang membahas suatu tata aturan berfikir benar
berkenaan dengan objek pikir, untuk memperoleh kebenaran.
Bisa dikatakan ilmu mantiq adalah satu disiplin ilmu untuk mengenai
cara mengotak-ngatik otak untuk memahami objek pikir agar menemukan kebenaran
yang logis.
B.
Manfaat
Ilmu Mantiq
Seperti dengan mempelajari ilmu-ilmu
yang lain ilmu mantiq tidak terlepas dari kegunaan dan tujuan, adapun kegunaan
dan tujuan ilmu mantiq menurut muhammad nur al-ibrahimi:
1.
Membuat
daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga menjadikan lebih
berkembang dengan melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta
mengungkapkan sesuatu pemasalahan secara runtun atau ilmiah
2.
Membuat
seseorang menjadi mampu menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi
dan kondisi yang tepat
3.
Membuat
seseorang mampu membedakan proses dengan urut fikir yang benar dan oleh
karenanya maka akan menimbulkan kesimpulan berfikir yang benar (hak) dari yang
salah (bathil) secara sendirinya.
Adapun
menurut imam al-ahdhari, tujuan dan kegunaan ilmu mantiq adalah sebagai
berikut:
“Mantiq dapat memelihara pikiran dari kesalahan berfikir,
memperdalam pemahaman, dan menyingkap selimut kebodohan”.
Setelah
memperhatikan tujuan dan kegunaan ilmu mantiq di atas, kita semakin menyadari
betapa pentingnya mempelajari dan menkaji ilmu mantiq dalam kegiatan akademik
(ilmiah) mengenai hal itu, imam alghozali menegaskan:
“Sesungguhnya
orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang mantiq, maka ilmuny tidak dapat
dipercaya”
Kegunaan
yang sangat Nampak pada ilmu mantiq ini ialah untuk dapat berfikir dengan benar
hingga sampainya seseorang pada kesimpulan yang benar tanpa mempertimbangkan
kondisi dan situasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi seseorang.[5]
Jika
demikian, kesimpulannya ialah setiap orang harus mempelajari ilmu mantiq agar
seseorang dalam mengambil kesimpulan tak lagi salah. Ilmu mantiq yang menuntun
mereka untuk sampai pada kesimpulan yang benar. Karena bisa saja seseorang
melakukan kesimpulan yang benar tanpa melalui ilmu mantiq. Itu mungkin saja
kebetulan, karena yang dapat menghasilkan kesimpulan atau hasil akhir yang
benar adalah ilmu mantiq. Oleh sebab itulah ilu mantiq disebut sebagai jembatan
dari segala ilmu.
C.
Sejarah
Ilmu Mantiq
Kegiatan berfikir muncul berbarengan
dengan adanya manusia pertama. Manusia diberi potensi berfikir untuk memikirkan
dirinya dan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Namun, mengenai
berfikir sistematis (dalam pengertian secara mantiq), para penulis ilmu mantiq
mengatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis kegiatan berfikir yang
kemudian melahirkan tatacara berfikir yang dituangkan dalam suatu disiplin ilmu
yang disebut mantiq.
Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika
karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunani,
terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu.
Pada abad ke 5 sebelum masehi di yunani mantiq (logika) oleh
ahli-ahli filsafat yunani kuno dijadikan sebagai ilmu. Perkembangan ilmu mantiq
tidak terlepas dari sejarah perjalanan filsafat di yunani dan transformasinya
kedalam pemikiran muslim dalam kegiatan ilmiah sejarah perkembangan ilmu mantiq
di latar belakangi dengan ilmu mantiq dan perintis-perintisnya. Tercatat
sebagai perintis pertamanya adalah sofisme. Kelompok ini mencoba mengangkat
persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan pendekatan akal, benar salah
baik buruk sesuatu di ukur dengan timbangan akal mereka. Sayangnya kajian
mereka sering mengarah pada kesesatan dalam berfikir, karena sebelumnya belum
ada norma berfikir yang baku yang dapat menuntun mereka kearah berfikir yang
benar dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
Karena memperhatikan kenyataan
kelompok sofisme tersebut maka muncullah Socrates dan muridnya Plato serta Aristoteles.
Mereka mulai merintis tata aturan berfikir benar dalam suatu bentuk
kaedah-kaedah berfikir. Kaedah-kaedah inilah yang kemudian mewujud dalam suatu
disiplin ilmu logika atau mantiq. Tercatat sebagai pencetus pertamanya ilmu
mantiq adalah Aristoteles dan para sejarah peneliti pemikiran manusia menjuluki
Aristoteles sebagai produk dasar ilmu mantiq. Maka tak heran
jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Karya tulis Aristoteles sebagai peletak dasar bangunan ilmu mantik.
Adapun karya tulis Aristoteles di bidang logika diantaranya adalah Ornagon Oa Laterpretation
dan Prior Arsiliteis.
Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak
pertama ilmu logika ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan
tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan
tetapi ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul
sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir
yang teratur dalam suatu sistem.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompok ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompok ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.
Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan
mereka secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang brilian.
Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya
Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga
logika dipelajari di setiap perguruan.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya mantiq
Aristoteles di transfer ke dunia islam melalui kegiatan penerjemahan kedalam
bahasa Arab pada Zaman Daulah Abbasiyah (tahun 153-656 H/750-1258 M). Upaya
penerjemahannya dilakukan oleh Abdullah bin Mughafah (sekretaris Abu Jafar
al-Mansur dan Muhammad bin Abdullah bin Muhafah. Banyak karya-karya ilmiah
Yunani dan lain-lainnya diterjemahkan kedalam bahasa Arab, sehingga ada satu
masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan nama abad terjemahan. Logika
karya Aristoteles di terjemahkan juga dengan nama ‘Ilm Al-Mantiq.
Ilmu mantik dipelajari oleh umat
islam sehingga banyak dari mereka yang menjadi seorang pakar mantik. Diantara
mereka juga menulis buku ilmu mantik dan mengembangkannya dalam berbagai segi
mengislamisasikannya melalui contoh-contoh yang dimunculkan oleh mereka. Mereka
juga menggunakan ilmu mantik untuk mempertajam dan mempercepat daya pikir dan
aplikasi kesimpulan yang benar dan mereka juga menggunakan ilmu mantik untuk
membantu mengokohkan hujjah-hujjah agamawi termasuk wujud Tuhan dan kebaharuan
alam semesta. Diantara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami
menerjemah dan mengarang di bidang ilmu mantik adalah Abdullah Ibn Al-Muqaffa’,
Yaqub Ibn Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Hamid Al-Ghazali,
Ibn Rusyd Al-Kuthubi dan masih banyak yang lainnya. Pada Zaman kebangkitan Eropa
dari abad gelap Al-Farabi malah dijuluki dengan guru kedua logika. Tokoh-tokoh
ilmuwan lainnya yang sangat terkenal di bidang ilmu logika adalah Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdillah
Al-khawarizmi, Al-Tibrizi, Ibn Bajah, Al-Asmawi, Al-Sarmanqandi yang tidak terkenal
hanya belahan timur tetapi juga belahan barat.
Kemudian menyusulah zaman kemunduran
di bidang ilmu mantik karena dianggap terlalu memuja akal. Diantara ulama-ulama
besar islam, seperti Muhyiddin Al-Nawawi, Ibn Shalah, Taqiyun Ibn Taimiyah,
Saduddin Al-Taftajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantik dengan tuduhan
akan menjadi zindiq, ilhad dan kufur. Pengaruh mereka ini telah menyebabkan
banyak ulama yang tidak memperkenankan ilmu mantik diajarkan dilembaga-lembaga
pendidikan yang diasuh mereka.
Namun demikian banyak orang ulama
besar masih mempertahankan ilmu mantik sebagai suatu ilmu yang harus dipelajari,
tetapi mempunyai bagian yang terbatas saat menggunkannya sebagai penunjang bagi
ilmu tauhid saja diantara mereka adalah Sayid Syarif Ali Al-Jurjani, Muhammad
Al-Duwani, Abdurahman Al-Akhdari, muhibullah Al-Bisri, Ahmad Al-Malawi,
Muhammad Subhan, Al-Hindi dan masih banyak yang lainnya.
Eropa hampir seribu tahun dalam masa
abad gelap mulai abad ke 13 sampai abah ke 14. Meraka menggali lagi pelajaran
logika tetapi mereka tidak dapat mempelajari pelajaran logika dengan sepenuhnya
karena masih ada pengucilan gereja yang ketat. Namun demikian kegairahan ilmu
di Eropa pada masa abad tersebut setelah melalui perjuangan berat memisahkan
gereja dari negara sangat tinggi. Berbagai ilmu yang tadinya disalin dan diterjemahkan
para ilmuan-ilmuan Muslim kedalam bahasa Arab diterjemahkan kembali oleh mereka
dalam bahasa latin dan berlanjut ke bahasa-bahasa Eropa. Di bidang logika
mereka juga menggelari jabatan atau julukan kepada Al-Farabi sebagai guru kedua
dan Ibn Sina sebagai guru ketiga.
Buku logika Ibn Sina diterjemahkan
dalam bahasa latin oleh mereka di penghujung abad ke 12. Terjemahan yang lebih
lengkap adalah dari karya logika Ibn Rusyd di awal abad ke 14. Tejemahannya
disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford (Inggris). Setelah itu ilmu logika
mulai hidup kembali di Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya berkembang
dengan subur.
Dalam masa filsuf-filsuf muslim Alpharabi
merupakan maha guru kedua dalam ilmu pengetahuan karena masa Alpharabi ilmu
mantiq di pelajari lebih rinci dan di praktikan termasuk dalam pentasdiqan
qodhiah.
Pada era modern muncul pemikir Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh,
dan pemikir lainnya yang mengembangkan ilmu mantiq melalui karya-karya
tulisnya.
Setelah di
transfer ke dunia islam, mantiq yunani terdiri dari tiga corak berikut:[7]
1.
Mantik
hasil karya kelonpok Peripateticieus (Masya’ayun) atau mantiq aliran
Peripatetisme (Massaiah, yaitu pengembangan metode aristo mabtu )
2.
Mantik
hasil karya Stoicieus (Rawakiyun) atau mantiq aliran Stoicisme (Rawakiyah) yang
di kembangkan oleh ahli ilmu kalam dan ahli ushul fiqh
3.
Mantik
hasil karya ahli tasawuf yang disebut dengan mantik Isyaraqi (Manthiq Isyraqi)
Dalam kategori
lain ilmu mantiq mempunyai corak yang dikelompokan menjadi tiga kelompok antara
lain sebagai berikut:
1.
Mantik
murni yunani
2.
Mantik
yunani yang bercampur dengan pemikiran islam
3.
Mantik
islami
Ilmu Mantiq Aristoteles
dapat diterima dan berkembang di dunia pemikiran islam disebabkan oleh beberapa
faktor berikut :
1.
Islam
mengajarkan prinsip persamaan drajat antara pemeluk islam bangsa arab dan non
arab, berbeda dengan agama non islam yang kerap kali memandang rendah
masyarakat jajahannya.
2.
Adanya
prinsip kebebasan berfikir bagi setiap individu muslim.
3.
Adanya
sikap terbuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan peninggalan karya pemikir
yunani sebagai bagian dari objek kajian ilmiah.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ilmu mantiq banyak menyumbangkan
baik dalam pembahasan maupun percobaan-percobaan yang dilakukan oleh para ahli
belakangan seperti Discartes, Imanuel Kant, dan yang lainnya.
Sejalan dengan itu, dalam dunia islam menjadi mundur
di bidang ilmu pengetahuan.
Pada masa kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam, timbullah berbagai
kritikan terhadap Ilmu Mantiq/ Logika karena dianggap logika sebagai
penyebab lahirnya paham-paham zindiq (atheis) karena terlalu memuja akal
fikiran di dalam mencari kebenaran. Sebagian ulama kemudian mengharamkan
mempelajari ilmu logika, seperti Imam an-Nawawi (1233-1277 M), Ibnu Shilah
(1181-1243 M), Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) dan Sa’adduddin at-Taftazani
(1322-1389 M).[8]
Pengaruh
fatwa tersebut sangat kuat di kalangan umat Islam, sehinnga kegiatan dan
perkembangan alam fikiran dunia Islam mengalami kemacetan dan kebekuan.
Sementara dunia Barat sedang gembira menyambut zaman Kebangunan (Renaissance)
di Eropa (abad 13-14 M).
Namun demikian di awal kebangkitan islam (pada
penghujung abad ke 19 yang ditandai dengan gerakan pembaharuan, ilmu mantik
yang di singkirkan oleh islam mulai
dipelajari dan dikembangkan kembali. Gerakan pembaharuan ini di pelopori oleh
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain. Mendapat pengharuh
besar dan meluas keseluruh dunia islam, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, ilmu mantik pada
mulanya dipelajari secara terbatas di perguruan-perguruan agama dan pesantren. Ilmu
ini kemudian mendapatkan perhatian berkat semangat positif dari gerakan pembaharuan.
Meskipun pakar-pakar mantik banyak di Indonesia ternyata buku-buku mantik atau
logika yang mereka susun dalam bahasa indonesia masih digolongkan sedikit.
Sementara itu mereka juga mengakui besarnya yang signifikan dan peranan ilmu
mantik atau logika bagi pengembangan ilmu pada umumnya dan peningkatan daya
pikir untuk memperoleh kesimpulan yang benar dan logis. Ilmu Mantik sampai ke Indonesia
bersama ilmu-ilmu agama lainnya yang dibawa oleh pelajar-pelajar muslim yang
belajar di Timur Tengah.
Ilmu
logika baru dipelajari lebih luas setelah diperkenalkannya buku Madilog
karangan Tan Malaka yang terbit tahun 1951. Pada tahun 1954 Ilmu Mantiq telah
dipelajari secara lebih luas dan dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan
tinggi.[9]
[1]
Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berfikir Logik,(
TT: Darul Ulum), 1996, Hlm 1.
[3]
Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., Logika (ilmu mantiq), (Jakarta:
Prenada Media Group), 2010, Hlm 1.
[4]
Syekh Abi Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi, Idhah Ibda’ Hikmah
al-Hakim, hlm. 51.
[5]
H. Baihaqi A. K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika.
(Jakarta: Darul Ulum Press), 2002, Hlm.
4.
[6]
Bahaudin Amyasi, http://bahauddin-amyasi.blogspot.com/2008/12/logika-pengertian-sejarah-dan.html
diunduh pkl. 06:57, tgl. 7 sept 2013
[7]
Drs. H. Syukriadi Sambas, Mantik kaidah berfikir islami, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Bandung), 1996,
[8] Jamaluddin Kafie, Logika,
Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar