Trus Karya Tataning Bumi

Wikipedia

Hasil penelusuran

Penelusuran

Translate

Kamis, 26 September 2013

Pegadaian Syariah

1.      Penggadaian Syariah
A.    Pengertian Gadai Syariah
Gadai dalam fiqih disebut rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminankepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan yang bisa diambil kembali sebagai tebusan.[1]

B.     Landasan Hukum
1.      Al-Qur’an
Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang menghutangkan), tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunukan amanat (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT. (QS. Al-Baqarah (2):283)[2].

2.      Al-Hadits
Bukahri dan yag lainya meriwayatkan dari Aisyah berkata “Rasulullah pernah memberi makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Sawberkata “barang yang digadaikan itu tidak bo;\leh ditutup dari pemilik yang menggadaikanya.baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian (atau biaya). (HR. Syafii dan Daruqutni).
3.      Ijtihad Ulama
Mazhab Maliki mempunyai pendapat bahwa gadai diwajibkan ada akad yang menyertainya, kemudian orang yang menggadaikan wajib pula menyerahkan borg atau jaminan untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin).

C.    Rukun dan Syarat Gadai Syariah
Pegadaian syariah mempunyai rukun yang harus dipenuhi dalam menjalankan usahanya, dan rukun-rukunya diantaranya sebagai berikut:
1.      Ar-Rahn (yang ,menggadaiakn)
adalah orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan. Pihak rahn mempunyai syarat haruslah yang berakal sehat, dan meiliki kemampuan dalam bertransaksi.

2.      Al-Murtahin (yang menerima gadai)
Bisa berupa Bank, perseorangan, atau lembaga lain yang sekiranya rahn percaya untuk dapat memberikan modal dengan jaminan barang. Sama seperti rahn, sang murtahin haruslah pihak yang dapat melakukan transaksi dengan benar.
3.      Al-Marhun (barang yang digadaikan)
Keberadaan barang yang dapat digunakan untuk jaminan, motor misalnya atau yang lain. Barang yang digadaikan mempunyai syarat-syarat diantaranya:
a.       Marhun harus bisa dimanfaatkan.
b.      Harus memiliki izin.
c.       Harus berupa harta yang bernilai.
d.      Diketahui keadaan fisiknya.
4.      Al-Marhun bih (hutang)
Dana  yang diberikan atau disalurkan. Syarat bagi utang adalah sebagai berikut:
a.       Merupakan hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya,
b.      Bisa dimanfaatkan, karena jika tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah.
c.       Bisa dihitung besar jumlahnya.
5.      Sighat, ijab dan qabul
Merupkan akad kesepakatan antara rahn dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai. Sighat mempunyai persyaratan yang mesti terpenuhi di dalamnya yaitu: Tidak boleh terikat dengan syarat tertentu.

D.    Ketentuan Menggadai Barang
Setiap hendak melakukan kegiatan menggadaiakan barang di penggadaian syariah, haruslah mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.      Barang yang bisa digadaikan adalah barang yang diakui oleh masyarakat dan memiliki nilai yang bisa dijaminkan.
2.      Barang yang berasal dari pinjaman tidak akan sah bila dijadikan barang jaminan, karena gadai dimaksudkan sebagai penutup hutang dan barang yang didapat dari pinjaman adalah tidak bisa untuk menutup hutang.
3.      Gadai tidak akan sah apabila hutangnya belum jelas, karena hutang haruslah pasti menjadi tanggungan peminjam.
4.      Disyaratkan bahwa piutang dalam gadai harus diketahui oleh kedua pihak.
5.      Menerima barang gadai oleh pegadaian, karena jika ada orang yang menggadaiakan barang namun barang tersebut belum diterima oleh penggadaian maka orang tersebut boleh membatalkannya. Namun jika barang gadaian telah diterima oleh pihak pegadaian, maka akad telah sah dan tidak dapat dibatalkn.
6.      Penarikan kembali atau pembatalan, adakalanya dengan perbuatan dan adakalanya dengan ucapan.
7.      Barang gadaian adalah amanat di tangan penerima gadai.
8.      Jika barang gadaian musnah tanpa ada keteledoran dari pihak penggadaian, maka tidak diharuskan mengganti serta jumlah pinjaman yang diterima penggadai pun tidak dapat dikurangi atau dipotong.
9.      Jika pihak penggadaian mempunyai alasan atas hilangnya barang, maka alasan tidak akan diterima tana adanya bukti. Karena kalau hilangnya barang gadaian disebabkan oleh kelengahan penggadaian, maka barang tersebut tidak boleh digunakan.

E.     Akad Perjanjian Gadai
ulama syafiiyah berpendapat bahwa penggadaian bisa sah apabila memenuhi tiga syarat diantaranya:
1.      Harus berupa barang.
2.      Penetapan kepemilikan atas barang yang digadaikan tidak terhalang.
3.      Barang yang digadaikan bisa dijual.
Dengan adanya persyaratan tersebut, maka dapat ditarik suatu mekanisme dalam melakukan akad gadai.
1.      Akad Qardul Hasan
Akad ini bisa menjadi opsi jika nasabah menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Maka penggadai akan memberikan fee kepada penggadaian karena telah menjaga barangnya.
2.      Akad Mudharabah
Ini dilakukan bila nasabah hendak menggunakan dana pinjaman sebagai modal usaha, maka akan terjadi bagi hasil sesuai dengan kesepakatan awal.
3.      Akad Bai Muqayah
yang terahir ini akan terjadi bila penggadai menginginkan dana pinjaman tersebut sebagai keperluan produktif.

F.     Aspek Pendirian Penggadaian Syariah
Agar sebuah penggadaian dapat berdiri dengan baik maka dibutuhkan beberapa aspek sebagai berikut:
1.      Aspek legalitas
Peraturan pemerintah No. 10 tahu 1990 tentang berdirinya lembaga gadai syariah dalam bentuk jawatan.
2.      Aspek permodalan
Modal yang dibutuhkan oleh sebuah pnggadaian bukan hanya untuk dana yang dipinjamkan, melainkan diperlukan pula investasi untuk penyimpanan barang gadai. Permodalan penggadaian syariah itu sendiri bisa diperoleh dengan adanya sistem bagi hasil sperti mengumpulkaan dana dengan mesyarakah, dengan mencari pemilik modal atau bisa juga dengan akad mudharabah.
3.      Aspek sumber daya manusia
Keberlangsungan penggadaian syariah juga sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu SDM yang berkecimpung di dunia penggadaian syariah haruslah memahami filosofi gadai berikut prinsip operasional gadai syariah. Tidak hanya itu, SDM yang menangani penggadaian syariah pun harus kompeten dalam hal taksiran barang gadai, penentuan instrumen pembagian rugi laba atau jual beli, mampu menyelesaikan pemasalahan yang dialami nasabah yang berkaitan dengan penggadaian dan juga berperan dalam syiar agama Islam.
4.      Aspek kelembagaan
Kelembagaan mempengaruhi efektifitas sebuah peusahaan gadai untuk mampu terus bertahan. Untuk memperteguh keberadaanya sebagai lembaga yang mewujudkan kemaslahatan bersama, maka lembaga gadai perlu mensosialkan diri ketengah masyarakat, memberi keyakinan kepada mereka dan memastikan diri bahwa gadai syariah berbeda dengan konensional.
5.      Aspek sistem dan prosedur
Sistem dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip syariah.
6.      Aspek pengawasan
Pengawasan sangat diperlukan guna meminimalisir penyelewengan atas prinsip syariah. Wewenang ini di pegang oleh dewan pengawas syariah.

G.    Persamaan dan Perbedaan Antara Penggadaian Konvensional Dan Syariah
Terdapat perbedaan dan persamaan antara pegadaian syariah dan konvensional diantaranya :
1.      Persamaan
a.       Hak gadai atas pinjaman uang.
b.      Adanya agunan sebagai jaminan utang.
c.       Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.
d.      Biaya barang yang digadaikan ditanggung ol3eh para pemberi gadai.
e.       Apabila batas waktu pinjam uang habis maka barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
2.      Perbedaan.
a.       Rahn adalah hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan sedang gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip sebagai tolong menolong juga menarik keuntungan dengan adanya sewa modal atau bunga.
b.      Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada semua benda.
c.       Dalam rahn tidak mengenal bunga.
d.      Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian, rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa lembaga[3].



[1]               Syekh Muhammad Abid A, Musnad Syafi’i, (Bandung; Sinar Baru Algesindo, 2000), hlm 1342.
[2]               Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anulkarim, (Jakarta, Dua Sehati, 2012).
[3]               Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta; Ekonisia, 2003) hlm 146.

Tidak ada komentar: