A. Sejarah Berdirinya
Baitul Mal Sejak Jaman Rasulullah
a. Masa Rasulullah SAW (1-11
H/622-632 M)
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih
mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda
kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal
belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang
diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu
habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan
urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima
bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya
lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya
masing-masing.
b. Masa Khalifah Abu Bakar
Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati)
dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai
Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul
Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230
H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya
berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan
pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar
bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar
berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang
jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana
aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada
Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.”
Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan
(ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan
seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul
Mal.
c. Masa Khalifah Umar bin
Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal
secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan
aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam
salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M),
penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal,
Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua
potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang
cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy
biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan,
1999).
d. Masa Khalifah
Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun,
karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan
protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad
menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang
sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah
mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada
enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima
ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah,
memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang
banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu
sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga
menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar
dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah
mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah
sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).
e. Masa Khalifah Ali bin
Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal
ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat
santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah
pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering
bajunya itu penuh dengan tambalan.
f. Masa Khalifah-Khalifah
Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah,
kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya
Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan
amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada
sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik
oleh rakyat (Dahlan, 1999).
B. Landasan BMT
BMT (Baitul Maal wa
Tamwil) berasaskan pancasila dan UUD 1945 serta berlandaskan prinsip syariah
islam, keimanan, keterpaduan, kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan,
kemandirian dan profesionalisme.[1]
Dengan demikian, keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan
legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada
prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau
tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai
sukses di dunia dan akhiratjuga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial
dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai
kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat
hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus
berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah
pola pengelolaannya harus profesional.
C. Pengertian BMT
Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial.[2]
Menurut
Makhalul ‘Ilmi, secara istilah pengertian baitul māl adalah lembaga keuangan berorientasi sosial
keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat
berupa zakat, infak, shodaqoh(ZIS)
berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur’an dan sunnah Rasul Nya, dan
pengertian dari baitul tamwil adalah
lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam
bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim
dalam dunia perbankan.[3]
Sedangkan
menurut Muhammad, pengertian baitul
māl adalah suatu badan yang bertugas mengumpulkan, mengelola serta
menyalurkan zakat, infak,dan shodaqoh yang
bersifat social oriented,
dan baitut tamwil adalah
suatu lembaga yang bertugas menghimpun, mengelola serta menyalurkan dana untuk
suatu tujuan profit oriented (keuntungan)
dengan bagi hasil (qiradh/mudharabah,
syirkah/musyarakah), jual beli (bai’u
bitsaman ajil/angsur, murabahah /tunda)
maupun sewa (al-al-ijarah).[4]
Dengan demikian BMT
sesungguhnya merupakan lembaga yang bersifat sosial keagamaan sekaligus
komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan cara menghimpun dan
membagikan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS)
tanpa mengambil keuntungan. Disisi lain ia mencari dan memperoleh keuntungan
melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam bentuk penghimpunan,
pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya sebagai suatu lembaga keuangan
Islam.
Lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi
hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat
dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam : keselamatan
(berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.
Visi
BMT adalah semakin meningkatnya kualitas ibadah anggota BMT sehingga mampu
berperan sebagai wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada
khususnya dan umat manusia pada umumnya. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan
tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil dan makmur
berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT. [5]
Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan
BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah
dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah
SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya..
Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan
dapat meningkatkan kualitas ibadah.
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan
tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran,
serta berkeadilan berlandaskan syari’ah dan diridhoi Allah SWT. Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan sematamata mencari keuntungan dan
penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi
pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi Islam.
D. Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan
mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan
berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil SALMAN dan
selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di
berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional
ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan pola syari’ah,
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat
dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual,
BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan
Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usahausaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak
dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan
amanahnya. Sekilas Tentang PINBUK.
Peran ICMI yang mendorong terbentuknya PINBUK sangat berarti dalam
sejarah perkembangan BMT. Pada tanggal 13 Maret 1995 ICMI yang diwakili oleh
Prof. Dr. Ing. BJ Habibie (Ketua ICMI), Majelis Ulama Indonesia yang diwakili
oleh K.H. Hasan Basri (Ketua Umum MUI) dan Bank Muamalat Indonesia yang
diwakili oleh Zaenul Bahar Noor, SE (Dirut BMI) menjadi tokoh-tokoh pendiri
PINBUK. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat
yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang pada
tahun-tahun 1995 di kuasai oleh segelintir golongan tertentu, utamanya dari
ekonomi konglomerasi, kepada ekonomi yang berbasis kepada masyarakat banyak.
E. Asas dan Prinsip Dasar BMT
Asas dan Prinsip dasar BMT.[6]
BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Prinsip Dasar BMT, adalah :
a.
Ahsan (mutu
hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amala (memuaskan semua
pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam : keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
b.
Barokah, artinya berdayaguna, berhasilguna, adanya penguatan
jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
c.
Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
d.
Demokratis,
partisipatif, dan inklusif.
e.
Keadilan
sosial dan kesetaraan jender, non-diskriminatif.
f.
Ramah
lingkungan.
g.
Peka dan
bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya.
h.
Keberlanjutan,
memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga
masyarakat lokal.
F. Sifat, Peran, dan Fungsi BMT
Sifat, peran, dan fungsi BMT.[7]
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang
produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama
usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat, adalah sebagai :
a. Motor penggerak ekonomi dan sosial
masyarakat banyak.
b. Ujung tombak pelaksanaan sistem
ekonomi syariah.
c. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin).
d. Sarana pendidikan informal untuk
mewujudkan prinsip hidup yang barakah,
ahsanu ‘amala, dansalaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masyarakat, adalah untuk :
a. Meningkatkan kualitas SDM anggota,
pengurus, dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga
semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi
tantangan global.
b. Mengorganisir dan memobilisasi dana
sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal
di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Mengembangkan kesempatan kerja.
d. Mengukuhkan dan meningkatkan
kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota.
e. Memperkuat dan meningkatkan kualitas
lembaga-lembaga ekonomi dan sosial
masyarakat
banyak.
G. Ciri-ciri Utama BMT
Pada awal konsepnya, BMT mempertegas ciri utamanya sebagai
lembaga yang berorientasi bisnis dan bukan lembaga sosial.
Ciri khasnya meliputi
etos kerja bertindak proaktif (service
excellence) dan menjemput bola kepada calon anggota dan anggota;
pengajian rutin secara berkala tentang keagamaan dan kemudian tentang bisnis.[8]
Secara umum baitul maal wattamwil mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut :
a.
Merupakan lembaga
ekonomi bukan bank yang dapat dijangkau dan mampu menjangkau nasabah kecil
bawah (mikro) beroprasi secara syariah dengan potensi jaminan dari dalam /
sekitar lingkungannya sendiri.
b.
Merupakan gabungan
kegiatan baitul tamwil dengan baitul maal.
c.
BMT berusaha untuk
mengumpulkan dana anggota dan menyalurkannya kepada anggota untuk modal usaha
produktif.
d.
Baitul Maal menerima
zakat, infaq, shodaqoh dan menyalurkannya kepada asnafnya menurut ketentuan
syariah dengan perkiraan pemanfaatan yang paling produktif dan paling
bermanfaat.
Ciri – Ciri Operasional Baitul Maal :
Visi dan misi sosial (non komersil).
a. Memiliki fungsi sebagai mediator antara pembayar zakat (muzzaki)
dan panerima zakat (mustahiq).
b. Tidak boleh mengambil profit ataupun dari operasinya.
c. Pembiayaan operasional dapat diambil dari bagian amil.
Ciri – Ciri Operasional Baituttamwil :
Visi dan misi ekonomi (komersil).
a. Dijalankan dengan prinsip ekonomi islam.
b. Memiliki fungsi sebagai modiator antara anggota yang memiliki
kelebihan dana dengan anggota yang kekurangan dana.
c. Pembiayaan operasional berasal dari asset sendiri atau dana
keuntungan (bagi hasil) dari pembiayaan usaha produktui anggota.
H.
PRODUK YANG TERDAPAT DALAM BMT
pada sistem
operasional bmt syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bmt tidak dengan
motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil.
produk penghimpunan dana lembaga keuangan syariah adalah (himpunan fatwa
DSN-MUI, 2003), yaitu : [11]
a. Giro Wadiah
giro wadiah adalah
produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. dana nasabah dititipkan di bmt
dan boleh dikelola. setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak
mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bmt. besarnya
bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bmt.
sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa
kompetitif (fatwa DSN-MUI no. 01/dsn-mui/iv/2000).
b. Tabungan Mudharabah
dana yang disimpan
nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. keuntungan akan
diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. nasabah bertindak
sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan syariah bertindak sebagai mudharib(fatwa
DSN-MUI no. 02/dsn-mui/iv/2000).
c. Deposito mudharabah
BMT bebas melakukan
berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan syariah dan mengembangkannya. BMT
bebas mengeola dana (mudharabah mutaqah). BMT berfungsi
sebagai mudharib sedangkan nasabah juga shahibul maal. ada juga dana nasabah
yang dititipkan untuk usaha tertentu. nasabah memberi batasan penggunn dana
untuk jenis dan tempat tertentu. jenis ini disebut mudharabah
muqayyadah.
Dan ada pula produk-produk lain yang
terdapat dalam lembaga BMT, antara lain :
1.Produk
layanan simpanan :
a.
Simpanan Tarbiyah
Merupakan
simpanan nasabah atau penabung bagi pelajar / mahasiwa yang dapat diambil pada
waktu tertentu untuk kebutuhan biaya pendidikan dan dijamin keutuhannya.
b.
Simpanan Hari raya
Merupakan
simapanan nasabah atau penabung yang dijamin keutuhan nilainya dan tabungan
tersebut dapat diambil pada saat mrnjelang hari raya untuk mempersiapkan kebutuhan
hari raya. Pihak BMT melakukan bagui hasil yang di hitung berdasarkan saldo
rata-rata tiap bulan.
c.
Simpanan Aqiqah
Merupakan
tabungan yang sengaja dipersiapkan untuk melaksanakan qurban pada hari raya
Idul adha atau pada penyembelihan aqiqah. Tabungan dapat diambil pada
saat akan melaksanakan qurban pada hari raya atau pada saat aqiqh. Pihak BMT
memberikan bagi hasil yang dihitung berdasarkan saldo rata-rata tiap bulan.
2.Produk penyaluran dana
a.
Pembiayaan Mudhorobah
Merupakan jenis
pembiayan kerjasama antara BMT sebagai shahibul maal dengan nasabah sebagai
mudhorib dimana pihak BMT memberikan modal kepada nasabah untuk dikelola sesuai
dengan keahliannya. Pembiayaan mudhorobah dilakukan dengan sistem bagi hasil
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
b.
Pembiayaan Musyarakah
Merupakan
pembiayaan kerjasama modal antara BMT dengnan nasabah dimana bagi hasil
dihitung berdasarkan porsi modal penyertaan dari masing-masing pihak yaitu BMT
dan anggotsa.
c.
Pembiayaan Murabahah
Merupakan pembiayaan jual beli
barang pada harga asli dengan tambahan keuntungan yang disepakati bersama.
Dalam pembiayaan murobahah penjual harus memberi tahu harga produk yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai margin dengan sistem
pengembalian jatuh tempo.
d.
Pembiayaan Al- Ijarah
Yaitu akad pemindahan hak guna
atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahann kepemilikan atas barang itu sendiri.
e.
Pembiayaan Bai al Istighna (Purchase by Order or Manufacture)
Merupakan
kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dimana dalam kontrak ini ,
pembuat barang menerima pesanan dari pembeli lalu pembuat barang berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang
disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.
f.
Pembiayaan Ar- Rahn
Merupakan suatu pembiayaan
sistem gadai dengan menahan salah satu harta milik nasabah atau
peminjamsebabgai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dan barang tersebut
memiliki nilai yang ekonomis.
g.
Pembiayaan Qordul Hasan
Merupakan akad pembiayaan bagi
anggota berupa pinjaman modal tanpa biaya yang tidak dibebani dengan margin
atau nisbah sehingga bersifat sosial bagi kaum dhuafa yang prospektif unttuk
dikembangkan menjadi usahawan yang mandiri. Pinjaman qordul hasan ini berasal
dari pengelolaan dana ZIS (zakat, Infak, dan Shodaqoh).
I.
Keunggulan dan Kelemahan Antara BMT dengan Perbankan Konvesional
BMT
sebagai alternatif Bank-bank konvensional, memiliki keunggulan-keunggulan yang
juga merupakan perbedaan dan perbandingan jika dengan perbankan konvensional.
Disamping hal tersebut muncul juga kelemahan-kelemahan karena sebagai pemain
baru dalam dunia lembaga keuangan.
Keunggulan :
1. BMT Islam memiliki dasar hukum
operasional yakni Al Qur’an dan Al Hadist. Sehingga dalam operasionalnya sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai
dasar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.
2. BMT Islam mendasarkan semua
produk dan operasinya pada prinsip-prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.
3. Adanya kesamaan ikatan emosional
keagamaan yang kuat antara pemegang saham, pengelola, dan nasabah, sehingga
dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi
keuntungan secara jujur dan adil.
4. Adanya keterikatan secara religi,
maka semua pihak yang terlibat dalam BMT Islam akan berusaha sebaik-baiknya
sebagai pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh
diyakini membawa berkah.
5. Adanya fasilitas pembiayaan (Al
Mudharabah dan Al Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan
kewajiban membayar biaya secara tetap, hal ini memberikan kelonggaran
physichologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan
bersungguh-sungguh.
6. Adanya fasilitas pembiayaan (Al
Murabahah dan Al Ba’i Bitsaman Ajil) yang lebih mengutamakan kelayakan usaha
dari pada jaminan (kolateral) sehingga siapa pun baik pengusaha ataupun bukan
mempunyai jaminan kesempatan yang luas untuk berusaha.
7. Tersedia pembiayaan (Qardu Hasan)
yang tidak membebani nasabah dengan biaya apapun, kecuali biaya yang
dipergunakan sendiri:seperti bea materai, biaya notaris, dan sebagainya. Dana
fasilitas ini diperoleh dari pengumpulan zakat, infak dan sadaqah, para amil
zakat yang masih mengendap.
8. Dengan diterapkannya sistem bagi
hasil sebagai pengganti bunga, maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah
yang didasarkan atas kemampuan ekonominya sehingga akseptabilitas BMT Islam
menjadi luas.
9. Dengan adanya sistem bagi hasil,
maka untuk kesehatan BMT yang bisa diketahui dari naik turunnya jumlah bagi
hasil yang diterima.
10.Dengan diterapkannya sistem bagi
hasil, maka persaingan antar BMT Islam berlaku wajar yang diperuntukkan oleh
keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang
baik.
Kelemahan :
Kelemahan-kelemahan serta
permasalahan-permasalahan yang ada dalam BMT Islam (Warkum Sumitro, 1996)
adalah:
1. Dalam operasional BMT Islam,
pihak-pihak yang terlibat didasarkan pada ikatan emosional keagamaan yang sama,
sehingga antara pihak-pihak khususnya pengelola BMT dan BMT harus saling
percaya, bahwa mereka sama-sama beritikad baik dan jujur dalam bekerjasama. BMT
dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi
bahwa semua orang yang terlibat adalah jujur. Dengan demikian, BMT Islam rawan
terhadap mereka yang beritikad tidak baik sehingga diperlukan usaha tambahan
untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari BMT Islam karena tidak
dikenal bunga, denda keterlambatan dan sebagainya.
2. Sistem bagi hasil yang adil
memerlukan tingkat profesionalisme yang tinggi bagi pengelola BMT untuk membuat
penghitungan yang cermat dan terus-menerus.
3. Motivasi masyarakat muslim untuk
terlibat dalam aktivitas BMT Islam adalah emosi keagamaan, ini berarti tingkat
efektifitas keterlibatan masyarakat muslim dalam BMT Islam tergantung pada pola
pikir dan sikap masyarakat itus sendiri.
4. Semakin banyak umat Islam
memanfaatkan fasilitas yang disediakn BMT Islam, sementara belum tersedia
proyek-proyek yang bisa di biayai sebagai akibat kurangnya tenaga-tenaga
profesional yang siap pakai, maka BMT Islam akan menghadapi ”kelebihan
likuiditas”.
5. Salah satu misi BMT Islam yakni
mengentaskan kemiskinan yang sebagian besar kantong-kantong kemiskinan terdapat
di pedesaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar